Dinamika dalam dinasti Islam mendapat perhatian serius dari para pemikir Muslim di masa lalu, dan mereka berusaha merumuskan konsep kepemimpinan ideal sesuai dengan Islam. Penelitian ini melihat bagaimana kepemimpinan memiliki arti besar bagi umat Islam dan Islam. Menurut Islam, titik urgensi terletak pada kenyataan bahwa kepemimpinan merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan hidup masyarakat itu. Meskipun latar belakang sosial-politik pemikir muslim berbeda, studi ini menemukan benang merah, bahwa dalam kepemimpinan, orang menyadari bahwa masyarakat bisa eksis dengan nilai-nilai berdasarkan Islam. Kepemimpinan memiliki nilai-nilai kesakra-lan karena terkait erat dengan bagaimana memberlakukan nilai-nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
Kepemimpinan bukan kekuasaan, bukan jabatan dan kewenangan yang mesti dibanggakan. Kepemimpinan bukan pula barang dagangan yang dapat diperjual belikan. Hakekat kepemimpinan dalam pandangan Islam adalah amanah yang harus dijalankan dengan baik dan dipertanggungjawabkan bukan saja di dunia tapi juga di hadapan Allah nanti di akhirat. Kepemimpinan yang tidak dijalankan secara professional dan proporsional adalah penghianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Kata Kunci: Kepemimpinan, Islam
- Urgensi Kepemimpinan
Menurut para pemikir muslim, keberadaan pemimpin adalah sebuah keharusan (wajib/fardhu)1 . Kewajiban itu didasarkan pada ijma’ (consensus) para sahabat dan tabi’in (para cende-kiawan setelah masa sahabat). Namun para pemikir muslim berbeda pendapat tentang sumber argumentasi kewajiban itu. Sebagian berpendapat, kewajiban adanya kepemimpinan di-dasarkan pada argumentasi rasional (aqli) belaka, bukan bersumber dari syariat. Sementara sebagian lainnya meng-anggap kewajiban itu berasal dari ketentuan syariat (agama)
Ibn Khaldun menjelaskan, kelompok pertama (aqli), berpendapat bahwa yang membuat jabatan itu wajib menurut rasio adalah kebutuhan manusia pada organisasi dan ketidakmung-kinan mereka hidup secara sendiri-sendiri. Salah satu akibat logis dari adanya organisasi (masyarakat) adalah munculnya silang pendapat dan tanazu’ (perselisihan). Selama tidak ada penguasa/pemimpin yang bisa mengendalikan silang pendapat itu, maka selama itu pula akan selalu timbul keributan dan kekacauan, yang selanjutnya akan mengakibatkan hancur dan musnahnya umat manusia
Namun pendapat ini disanggah oleh Ibn Khaldun. Menurutnya, ada silang pendapat dan tanazu’ (perselisihan) tidak mesti dihilangkan dengan kepemimpinan. Keduanya bisa dihilangkan dengan banyak cara, seperti adanya pemimpin selain juga dengan ikhtiar pada masyarakat untuk menghindari perselisihan dan perilaku dhalim, atau juga dengan adanya syariat. Dengan demikian, Ibn Khaldun menegaskan bahwa kewajiban mendiri-kan kepemimpinan bersumber dari syariat melalui ijma’3 . Lebih jauh dijelaskan, keberadaan kepemimpinan (al-mulk, kerajaan, raja, penguasa) muncul dari keharusan umat manusia untuk hidup bermasyarakat dan dari penaklukan serta paksaan yang merupakan sisa-sisa sifat amarah dan kebinatangan ma-nusia. Namun sebagian penguasa berlaku menyimpang dengan memberi beban yang keterlaluan kepada rakyatnya demi kepen-tingan pribadi. Akibatnya, peraturanperaturan yang dibuat oleh sang penguasa seringkali tidak ditaati oleh rakyat. Karena itu, diperlukan peraturan (hukum) yang bisa diterima dan ditaati rakyat sebagaimana yang terjadi pada bangsa Persia dan bangsa-bangsa lain.
Tidak ada suatu negara pun dapat tegak dan kuat tanpa hukum demikian. Apabila peraturan itu dibuat oleh cendekiawan dan para elite bangsa, maka pemerintahan itu disebut sebagai negara berdasar atas rasio (aql). Namun bila peraturan itu bersumber dari ketentuan Allah melalui rasul-Nya, maka peme-rintahan itu disebut berdasar atas agama (syariat). Pemerin-tahan berdasar agama ini sangat bermanfaat bagi kehidupan duniawi dan ukhrawi bangsa itu. Pada aras ini, Ibn Taymiyah memandang keberadaan pemerintahan atau kepemimpinan (wilayah umur al-nass, otoritas yang mengelola kepentingan bersama) merupakan sebagian dari kewajibankewajiban agama yang terpenting (a’dham). Hal itu karena kemaslahahan umat manusia tidak akan sempurna dan agama tidak akan tegak tanpa adanya kepemimpinan. Sebegitu pentingnya kepemim- pinan, sehingga Rasulullah Saw mewajibkan tiga orang yang sedang bepergian untuk memilih salah satunya sebagai pemimpin.
اذا خرج ثلاثة فى سفر فليؤمر أحدهم
Apabila ada tiga orang diantara kamu keluar dalam satu perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang diantara mereka sebagai pemimpin. (HR. Abu Daud)
Selain itu, keberadaan pemimpin juga untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran (amr ma’ruf nahi munkar). Maka Ibn Taymiyah menegaskan bahwa pemimpin merupakan bayangan Tuhan di muka bumi (dhillu Allah fi al-ard)
Allah mengutus Rasul-Nya hakekatnya untuk meminpin ummat agar dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya kehidupan.Dengan adanya kepemimpinan, suatu ummat atau komonitas akan selalu eksis dan berkembang menuju kebaikan dan reformasi.
و لقد أرسلنا فىكل أمة رسولا أن اعبدوا االله واجتنبوا الطاغوت
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasu pada tiap-tiap ummat agar mereka menyembah Allah saja dan menjahui thaghut
Selain itu para ulama Islam juga telah memberikan perhatian yang serius dan khusus terhadap masalah kepemimpinan, karena mereka meyakini bahwa kepemimpinan adalah salah satu daya dukung agama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam bukunya Siyasah Syar`iyah mengatakan : “Perlu diketahui bahwa memimpin urusan manusia termasuk kewajiban terbesar agama, karena tidak akan tegak agama kecuali dengan kepemimpinan. Sesungguhnya kebutuhan anak Adam tidak akan tercapai secara sempurna kecuali dengan berjama`ah, karena mereka saling membutuhkan satu sama lain. Dalam jama`ah itu sudah barang tentu harus ada seorang pemimpin.”
Dalam kontek kepemimpinan pendidikan ( Qiyadah Tarbawiyah ) Imam Ghazali mengatakan : “Seorang pelajar harus memiliki seorang guru pembimbing ( mursyid ) yang dapat membuang akhlaq yang buruk dari dalam dirinya dan menggantikannya dengan akhlaq yang baik , ia juga harus memiliki seorang Syekh yang dapat mendidik dan menunjukanya kepada jalan Allah Ta`ala.”. Harus diakui oleh kita semua bahwa krisis yang sedang mengepung ummat sa`at ini tiada lain karena lemahnya kepemimpinan pendidikan ( Qiyadah Tarbawiyah ) dan hilangnya pendidik ( Murobby ) yang pemimpin dan pemimpin yang pendidik
Bukti lain urgensi kepemimpinan dalam Islam adalah bahwa para sahabat Rasulullah SAW. lebih memperioritaskan mengurus masalah suksesi kepemimpinan Rasulullah SAW. dibanding mengurus pemakaman Rasulullah SAW. Artinya bahwa dalam berjama`ah tidak boleh ada kevakuman pemimpin.
- Tujuan Kepemimpinan
Dalam sejarah peradaban Islam, kepemimpinan memiliki banyak istilah yang dipakai untuk menyebut seorang pemimpin. Istilah yang dipakai itu sebenarnya mencerminkan tugas yang seharusnya dijalankan oleh seorang pemimpin. Istilah itu di antaranya :
ü KHALIFAH, secara etimologis berarti pengganti atau pelanjut, dan yang dimaksud adalah pengganti dan pelanjut tugas-tugas Rasulullah SAW. Dalam melestarikan nilai nilai agama dan dalam mengatur kehidupan dunia. Maka dengan demikian tugas kepemimpinan dalam Islam adalah melanjutkan tugas tugas risalah yang diemban Rasulullah. Dalam Al-Qur’an kata kholifah diulang beberapa kali dalam arti yang sama yaitu pemimpin,
ü IMAM, secara etimologis imam artinya yang diikuti dan dita`ati serta diteladani.Dalam salah satu Hadist Rasulullah bersabda :
انما جعل الامام ليؤتم به
Sesungguhnya seseorang dijadikan imam itu untuk diikuti. Ini mengisyaratkan bahwa tugas seorang peminpin itu untuk diikuti dan ditaati.
AMIER, secara bahasa amier artinya adalah yang diperintah atau disuruh.Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Umar bin Khaththab RA. Ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin itu adalah orang yang siap diperintah dan disuruh oleh umat, demi kepentingan mereka. Oleh karena itu tugas seorang pemimpin dalam Islam adalah melayani ummat bukan yang dilayani oleh ummat. Rasulullah mengatakan :
سيد القوم خادمهم.
Pemimpin suatu kaum itu adalah pelayan mereka
RA`IN, arti bahasanya adalah pengembala, tugas seorang pengembala adalah menjaga, merawat dan memberi perhatian yang penuh kepada yang digembalanya, dan itulah tugas seorang pemimpin terhadap siapa yang dipimpinnya. ü
QAA`ID, arti bahasanya adalah penuntun,pembimbing, yang artinya seorang pemimpin itu punya tugas sebagai penuntun ummat dan pembimbing mereka ke jalan yang benar yang diridhai oleh Allah., bukan menjauhkan ummat dari jalan Allah
Meski memiliki sebutan berbeda-beda namun kesemuanya itu memiliki dua tujuan utama: menjaga agama dan mengelola kehidupan duniawi, yaitu memerintahkan amr ma’ruf wa nahy ‘an al-munkar dan untuk mewujudkan kemaslahatan. Dengan kemampuannya sebagai pemimpin agama, seorang pemimpin wajib menyampaikan kewajiban sya-riat kepada umat manusia dan berusaha memobilisasikan mereka untuk melaksanakannya. Sebagai pemimpin duniawi, pemimpin wajib mengurusi kepentingan umum umat manusia dengan segala kemampuannya.
- Kesimpulan
Teori dasar kepemimpinan dalam Islam ini, saya harap menjadi modal awal kita untuk memahami lebih dalam lagi samudra kepemimpinan dalam Islam, sehingga kita lebih siap lagi mengemban amanah kepemimpinan di mana dan kapan saja kita berada. Terus terang kita semua saat ini merindukan munculnya pemimpin bertipe salafus shaleh, seperti Abu Bakar, Umar ibnu Khatthab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib RA.
Sekedar untuk kita renungkan ungkapan kata di bawah ini dari seorang pakar manajemen organisasi Daniel Boorstin : Dunia dewasa ini memilik para pemimpin, tetapi mereka berada dibawah baying-bayang para selebritis. Pemimpin dikenal karena prestasi mereka, sedangkan kaum selebritis dikenal karena ketenaran mereka. Pemimpin mencerminkan kemungkinan-kemungkinan hakikat manusia, sedang kaum selebritis mencerminkan kemungkinan-kemungkinan pers dan media. Kaum selebritis adalah orang-orang yang membuat berita, sedangkan para pemimpin adalah orang-orang yang membuat sejarah
HANNA WITASYA
Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah STEI SEBI