Rahn Dalam Islam

1 min read

Rahn secara bahasa adalah pengekangan atau keharusan, sedangkan secara istilah rahn adalah penahanan terhadap suatu barang seseorang yang mana dapat dijadikan untuk pembayaran dari barang tersebut. Ada dua pendapat ulama fiqih tentang pengertian rahn :

  1. Menurut ulama syafi’I, rahn adalah menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ketika peminjam tidak dapat melunasi hutang
  2. Menurut ulama hanabilah, rahn adalah harta yang dijadikan utang sebagai pembayaran harga (nilai) utang ketika utang tersebut tidak mampu dibayar kepada pemberi peminjam.

Secara umum rahn dapat diartikan adalah sebuah barang gadaian, yang mana apabila seseorang tidak mampu dalam membayar hutang maka memberikan barang yang digadaikan sebelumnya. Sehingga, tidak ada lagi kewajiban yang ada pada diri peminjam tersebut. Dalam bahasa arab penggadai biasa di sebut dengan rahn sedangkan yang menerima gadai tersebut disebut dengan murtahin

Rahn juga termasuk akad aniyah yaitu akad yang dikatakan sempurna setelah menyerahkan benda yang dijadikan akad, misalnya seperti hibah, pinjam meminjam, titipan dan qirad. Rahn juga termasuk dalam golongan akad tabarru yang mana dia merupakan salah satu cara seseorang dalam menolong tanpa mengharapkan imbalan. Islam juga menganggap bahwa rahn merupakan salah satu akad tolong menolong tanpa mengharapkan imbalan jasa. Rahn mendapat hukum jaiz (boleh) dalam islam. Yang mana apabila menerapkan akad tersebut tidak terdapat dosa di dalamnya selama tidak mengandung riba. Islam juga menjelaskan dalam surah al-baqarah ayat 283

Rahn atau gadai memiliki tiga hukum yaitu:

  1. Akad ijab dan qabul yaitu dimana antara pegadai dan yang menggadai melafadzkan kata kata yang besangkutan dengan barang yang digadaikan
  2. Aqid yaitu yang menggadaikan (rabin) dan yang menerima gadai (murtabin). Adapun syarat dalam berakad ialah seorang ahli tasauf, orang yang memahami konsep gadai dalam islam
  3. Barang yang dijadikan jaminan, dengan syarat barang yang digadaikan tidak dalam keadaan rusak atau cacat

Selain rukun, rahn juga memiliki beberapa syarat yaitu:

  1. Aqid
  2. Shigat
  3. Marhun bih (utang)

Contoh rahn dalam kehidupan sehari hari agar lebih mudah dalam memahami penjelasan tentang rahn adalah Fadhil memiliki hutang kepada Elda sebesar Rp. 10jt. Sebagai jaminan atas pelunasan hutang tersebut, Fadhil menyerahkan BPKB Mobilnya kepada Elda secara Rahn ‘Iqar. Walaupun surat-surat kepemilikan atas Mobil tersebut diserahkan kepada Elda, namun mobil tersebut tetap berada di tangan Fadhil dan dipergunakan olehnya untuk keperluannya sehari-hari. Jadi, yang berpindah hanyalah kepemilikan atas mobil di maksud.

Konsep ini dalam hukum positif lebih mirip kepada konsep Pemberian Jaminan Secara Fidusia atau penyerahan hak milik secara kepercayaan atas suatu benda. Dalam konsep Fidusia tersebut, dimana yang diserahkan hanyalah kepemilikan atas benda tersebut, sedangkan fisiknya masih tetap dikuasai oleh pemberi fidusia dan masih dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.

Ditulis oleh: Azfa Muhammad Fadhil dan Fatih Dhiaulhaq (Mahasiswa STEI SEBI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.