RADIKALISME AGAMA-AGAMA ABAD KE-21

3 min read

RADIKALISME AGAMA-AGAMA ABAD KE-21 – Kita dapat melihat bahwa agama merupakan faktor pemersatu (Imegrative Fakcor) , yang menembus batas batas geografi dan kebangsaan, dan jika suatu bangsa dapat dihimpun dalam satu agama yang sama maka, hal itu seperti menurun vernon dapat memberikan sumbangan bagi stabilitas suatu negara.

Disisi lain , karena religiusitas berarti penerimaan terhadap suatu agama sebagai satu satunya kebenaran dan jalan menuju keselamatan, mau tak mau seseorang yang telah memeluk suatu agama tertentu akan menganggap orang lain yang berada diluar agamanya sebagai orang orang yang menghadapi bencana dan mesti diselamatkan. Inilah yang melahirkan apa yang populer kita sebut dengan Dakwah.

Pada dasarnya dakwah adalah suatu usaha yang didasari oleh tujuan luhur , yakni mengajak orang lain menuju keselamatan dan itu merupakan hal yang sangat terpuji. Namun, jika kewajiban mulia Tersebut berhadapan satu sama lain maka benturan pun sulit dihindarkan dan dapat mengancam persatuan. Disini terlihat dengan jelas agama dapat menjadi faktor disintegratif (disentegrative factor). Contoh : berdirinya negara Republik Islam Pakistan yang memisahkan diri dari india pada tahun 1947 dan indonesia yang sampai saat ini tak pernah sunyi dari konflik konflik antarumat beragama.


Ada 3 tipe sikap Pemerintah terhadap agama . varnon mengatakan Three major types of relationship can be identified:

  • The government supports one religion and reject or discriminates againts all others.
  • The government supports rewligion in general, but give no marked preferential treatment to any one religion
  • The government rejects all religion in general , and directly or indirecktly engages in activities designed to eradicate religion from the society

AGAMA PADA ERA INDUSTRI DAN GLOBALISASI

Secara populer era yang kita masuki saat ini dewasa ini disebut dengan era informasi dan era globalisasi. Era global berarti pasar terbuka yang diwarnai dengan persaingan sengit dalam bidang ekonomi dan politik. Proteksi proteksi begitu dipandang sebagai penentangan terhadap keterbukaaan. Yang karenanya semua bangsa harus membuka pintu selebar lebarnya bagi produk produk asing dalam bentuknya yang manapun, tak terkecuali kebudayaan. Itu sebabnya, isu apapun akan mencuat kepermukaan secara kuat adalah pluralisme. Dan disitu perbedaan dipandang sebagai suatu kemestian, bahkan dijadikan tulang punggung bagi eksistensi suatu negara.

sementara, penekanan dan pemasungan pendapat dipandang sebagai pelanggaran terhadap hak hak asasi manusia. Dalam hubungan ini, kita diingatkan oleh semangat peguy, sebagaimana dikutip andre siegfriend yang mengatakan “kita menolak untuk menerima dogma dogma yang selalu mendikte sama seperti penolakan kita terhadap dogma dogma gereja. lebih baik menciptakan 100 jiwa yang bebas daripada beribu ribu jiwa tanpa bentuk dan terbelenggu.”

Abad industri dan global adalah abad kejayaan sains dan teknologi. Pada era ini temuan temuan yang dihasilkan oleh umat manusia tampak sangat spektakuler dan bergerak demikian cepat . pada abad ini Agama kristen-katolik kehilangan unsur keibuan dan agama islam nyaris kehilangan unsur Rahman. Yang lebih menonjol pada agama- agama tersebut adalah unsur ayah dan unsur Rahim. Artinya, para penganut agama-agama padfa abad ini hanya bersikap santun kepada orang yang mau memeluk agama mereka, dan cendrung bersikpa memusuhi terhap orang orang yang memeluk agama lain.

Cepatnya perkembangan sains dan era globalisasi hampir tak bisa diikuti bahkan dengan imajinasi sekalipun. Contoh nya dua benda yang dipamerkan oleh lembaga smithsoni. Yang satu adalah komputer komersial yang pertama yang sekarang sudah menjadi benda antik dalam usia enam belas tahun. Dan yang lain adalah kapsul luar negeri John Glenn. Umurnya saat dipamerkan belum lebih dari tiga tahun tetapi, sudah menjadi benda kuno yang disimpan dimuseum.

Rasionalisasi dan Sekularisasi adalah salah satu gaya hidup industri. Dalam kerangka ini , agama ditempatkan secara terpisah dari kegiatan ekonomi dan industri, sosial dan politik, juga dari sanins dan teknologi. Karena itu, kritik sains dan teknologi yang diluncurkan para sarjana baik dibarat, dan lebih lagi di timur mulai bermunculan. Akibat sikap sekular dan teknologi ini naka agama menjadi terasing dari kehidupan sosial dan lama kelamaan mengalami apa yang disebut relevansi. Krisis relevansi adalah ungkapan tentang posisi agama diluar kehidupan sosial dan tidak adanya konsep konsep yang diberikan dalam menyelesaikan problem problem kemanusiaan.

PEMAHAMAN DAN PENGAMALAN AGAMA ERA GLOBALISASI

Hilangnya unsur keibuan dalam Agama kristen dapat dilihat dari perkembangan industrialisasi di eropa barat semenjak renaissans. Pada dasarnya yang melahirkan kekerasan adalah rantai rantai pradaban . alih alih melahirkan perdamaian dan memeratakan keadilan . industri dan globalisasi justru menciptakan kekerasan dan penindasan persaingan akan men dorong pihal yang lemah untuk mempertahankan diri. Sementara itu kemajuan sains dan teknologi yang tak terkendali telah menyebabkan hilangnya nilai nilai spiritual dan terjadinya alienasi . keterasingan tersebut menyebabkan manusia modern melarikan diri dan bergbung dalam kelompok kelompok spiritual dan sekte sekte keagamaan radikal. Kendati kita liat kelompok radikal muncul akibat perkembangan sosial politik yang membuat mereka termarginalisasi dan selanjutnya mengalami kekecewaan.

Penyerangan dalam kelompok kadang kadang menjangkau bidang bidag akidah dan peribadahan, sehingga melahirkan strukturisasi, dalam arti segala visi dan tindakan harus ditempatkan dibawah doktrin kelompok. Disitu kebenaran tidak lagi didasarkan pada sesuatu yang objektif, melainkan ditempatkan dibawah kepentingan kelompok. Akibatnya , organisasi keagamaan contoh muhammadiyah, persis dan nahdhotul ulama di indonesia yang semula merupakan organisasi sosial, kini hampir menjadi madzhab madzhab keagamaan yang tidak jarang bersikap sektarian dan eksklusif. Melalui pelembagaan seperti itu “permusuhan” yang semula satu lawan satu kini menjadi permusuhan semua lawan semua (belum omnium contra omnes).

Ditulis oleh: Siti Mir’atul Mahmuda (Mahasiswa STEI SEBI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink