Qimar atau Bukan? Dilema Lomba Agustusan Berhadiah dari Peserta

1 min read

Pada tanggal 17 Agustus di setiap tahunnya, kemeriahan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia selalu diwarnai dengan berbagai macam perlombaan oleh masyarakat. Mulai dari lomba makan kerupuk, lomba balap karung, hingga lomba-lomba menarik lainnya. Lomba Agustusan telah menjadi tradisi yang melekat dalam masyarakat Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk memupuk semangat nasionalisme dan persatuan. Salah satu aspek yang sering menjadi perbincangan adalah sistem hadiah dalam lomba tersebut. Banyak lomba yang hadiahnya berasal dari iuran peserta sendiri. Pertanyaan kemudian muncul, apakah sistem hadiah seperti ini termasuk dalam kategori qimar (judi) yang jelas-jelas dilarang dalam Islam?

Penjelasan tentang Qimar

Qimar adalah istilah yang merujuk pada bentuk perjudian atau permainan yang melibatkan taruhan, di mana hasilnya ditentukan oleh keberuntungan atau peluang. Dalam fiqih, qimar dianggap sebagai bagian dari maisir, yang juga mencakup semua bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dan spekulasi. Hukum keduanya adalah dilarang (haram) karena dianggap sebagai praktik yabg tidak adil dan berpotensi menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak yang terlibat, tanpa adanya usaha yang setara untuk mendapatkan keuntungan. Unsur utama dalam qimar adalah adanya taruhan atau kontribusi dari peserta, dan hasil akhirnya ditentukan oleh faktor keberuntungan semata. Hal ini menciptakan risiko kerugian yang tidak adil bagi para pemainnya, sehingga dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah.

Analisis terhadap Lomba Berhadiah

Berdasarkan penjelasan dari para ahli fiqih seperti Dr. Ahmad Sarwat, Lc., MA (dalam Seri Fiqih Kehidupan 7 – Muamalat, h. 415), dan Muhammad Abdul Wahab, Lc (dalam Teori Akad dalam Fiqih Muamalah, h. 41), lomba Agustusan dengan hadiah yang sepenuhnya berasal dari kontribusi para peserta (misal, dari iuran peserta) dapat dikategorikan sebagai qimar. Hal ini dikarenakan:

  • Adanya Unsur Ketidakpastian: Pemenang lomba ditentukan oleh faktor keberuntungan atau kemampuan yang tidak sama rata di antara peserta.
  • Kontribusi Peserta: Hadiah yang diberikan berasal dari uang yang dikumpulkan dari seluruh peserta, sehingga ada unsur taruhan di dalamnya.
  • Potensi Keuntungan: Panitia penyelenggara berpotensi mendapatkan keuntungan dari selisih antara total uang pendaftaran dengan total hadiah yang diberikan.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian mendalam terhadap fiqih syari’ah, terutama terkait konsep qimar (judi) dan gharar (ketidakjelasan), dapat disimpulkan bahwa lomba dengan hadiah yang sepenuhnya berasal dari iuran peserta memiliki potensi untuk dikategorikan sebagai qimar. Hal ini dikarenakan adanya unsur taruhan, ketidakpastian hasil, dan potensi keuntungan bagi panitia penyelenggara. Untuk menghindari adanya unsur qimar, beberapa alternatif solusi dapat dipertimbangkan, antara lain:

  • Hadiah dari sponsor: Hadiah lomba dapat berasal dari sponsor yang tidak ikut serta dalam lomba.
  • Hadiah simbolik: Hadiah yang diberikan dapat berupa hadiah simbolis yang tidak bernilai materi tinggi, seperti piagam atau sertifikat penghargaan.
  • Lomba tanpa hadiah: Lomba dapat diselenggarakan tanpa hadiah, namun tetap memberikan manfaat bagi peserta (pemahaman dan pengalaman baru).

Dalam konteks perayaan Agustusan, penting untuk menyeimbangkan antara semangat nasionalisme dengan nilai-nilai agama. Dengan memilih alternatif solusi yang sesuai, kita dapat tetap memeriahkan perayaan kemerdekaan tanpa melanggar ketentuan agama. Kesimpulannya, hukum lomba dengan hadiah dari peserta perlu dilihat secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk tujuan penyelenggaraan, besaran hadiah, dan cara penentuan pemenang. Masyarakat, panitia penyelenggara, dan ulama perlu bekerja sama untuk menemukan solusi yang terbaik dan sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya.


Penulis : Salwa Nur Azizah

Mahasiswi STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.