PSAK 104 DAN ISTISHNA: PEMAHAMAN PRINSIP SYARIAH DALAM KONTEKS KEMUDAHAN DAN KEMASLAHATAN UMAT

2 min read

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 104 menjadi suatu panduan yang signifikan dalam konteks akuntansi syariah. Di tengah-tengah era globalisasi dan kompleksitas bisnis, PSAK 104 memegang peranan penting dalam menyelaraskan prinsip-prinsip syariah dengan praktik akuntansi modern. Salah satu konsep yang menonjol dalam PSAK 104 adalah istishna, yang menggambarkan pemahaman prinsip syariah dalam konteks kemudahan dan kemaslahatan umat. PSAK 104 dirancang untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun oleh entitas syariah mematuhi prinsip-prinsip syariah. Prinsip-prinsip ini mencakup larangan atas riba (bunga), larangan atas transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar), dan larangan terhadap investasi dalam aktivitas haram. PSAK 104 bukan hanya sekadar alat untuk mencatat transaksi keuangan, tetapi juga menjadi cermin dari nilai-nilai syariah yang harus dipegang teguh.

Istishna, dalam konteks PSAK 104, mengacu pada konsep perjanjian penjualan barang yang belum ada. Transaksi ini melibatkan kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk memproduksi atau mendapatkan barang tertentu dalam jangka waktu tertentu. Istishna memungkinkan adanya kejelasan dan ketentuan dalam transaksi yang sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam istishna, pembeli biasanya memberikan spesifikasi yang jelas terkait barang yang akan diproduksi, dan penjual bertanggung jawab untuk memenuhi spesifikasi tersebut. Meskipun barang belum ada pada saat perjanjian, istishna memberikan kerangka kerja yang sesuai dengan prinsip syariah, menghindari unsur riba dan gharar.

Istishna adalah suatu akad dalam hukum Islam yang mengatur perjanjian antara dua pihak untuk membuat, memproduksi, atau memasok barang tertentu dengan spesifikasi yang telah disepakati di masa depan. Dalam konteks bisnis, akad istishna mencakup perjanjian antara penjual dan pembeli untuk memproduksi atau mendapatkan barang tertentu yang belum ada pada saat perjanjian. Berikut adalah beberapa syarat yang perlu dipenuhi dalam akad istishna:

  1. Kesepakatan (Al-Ijab dan Al-Qabul): Seperti halnya akad lainnya dalam hukum Islam, akad istishna memerlukan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Penjual mengajukan penawaran (al-ijab), dan pembeli menerima penawaran tersebut (al-qabul).
  2. Spesifikasi Barang yang Jelas: Istishna memerlukan spesifikasi barang yang jelas dan rinci. Pembeli harus memberikan deskripsi yang tepat mengenai barang yang akan diproduksi atau diperoleh.
  3. Harga dan Pembayaran yang Ditetapkan: Harga barang dan cara pembayaran harus disepakati oleh kedua belah pihak. Hal ini mencakup penetapan jumlah harga, cara pembayaran, dan jangka waktu pembayaran.
  4. Waktu Penyelesaian (Miqdar dan Waktu): Akad istishna harus mencakup kesepakatan terkait waktu penyelesaian atau pengiriman barang, beserta dengan kriteria tertentu yang harus dipenuhi.

Kegunaan Akad Istishna:

  1. Memfasilitasi Pembangunan Proyek Besar: Istishna dapat digunakan untuk memfasilitasi pembangunan proyek besar, seperti konstruksi gedung atau infrastruktur, dengan memungkinkan pembeli untuk mendapatkan barang dengan spesifikasi tertentu sesuai dengan kebutuhan proyek.
  2. Pemenuhan Kebutuhan Spesifik: Akad istishna memungkinkan pembeli untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, bahkan jika barang tersebut belum ada pada saat perjanjian.
  3. Diversifikasi Bisnis: Istishna memberikan fleksibilitas bagi pelaku bisnis untuk diversifikasi produk atau layanan mereka dengan memproduksi barang sesuai dengan permintaan pelanggan.

Pemahaman prinsip syariah dalam konteks kemudahan dan kemaslahatan umat menjadi landasan utama bagi PSAK 104 dan konsep istishna. Prinsip kemudahan (taysir) dan kemaslahatan (maslahah) adalah aspek kunci dalam mengevaluasi keabsahan suatu transaksi dalam perspektif syariah. Dalam konteks PSAK 104, pemahaman ini tercermin melalui penekanan pada transparansi, keadilan, dan keberlanjutan dalam praktik akuntansi syariah. Istishna, sebagai instrumen transaksi, memberikan keleluasaan bagi pelaku bisnis untuk mencapai kemaslahatan umat dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan adanya PSAK 104 dan penerapan konsep istishna, diharapkan bahwa entitas bisnis yang beroperasi dalam lingkungan ekonomi syariah dapat mencapai tujuan keuangan mereka sambil tetap mematuhi nilai-nilai etika dan moral yang diamanahkan oleh agama Islam. Ini tidak hanya membantu menciptakan integritas dalam pelaporan keuangan, tetapi juga memperkuat kontribusi bisnis terhadap kesejahteraan umat dan keberlanjutan ekonomi secara holistik.

Dalam kesimpulannya, PSAK 104 dan konsep istishna memainkan peran integral dalam menyatukan dunia akuntansi dengan prinsip-prinsip syariah. Pemahaman prinsip syariah dalam konteks kemudahan dan kemaslahatan umat melalui istishna memberikan panduan yang komprehensif untuk mencapai tujuan keuangan dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika Islam.

Hamzah Hizbulloh

Mahasiswa STEI SEBI

Zakat sebagai Sistem Keberlanjutan dalam Ekonomi…

Zakat, sebagai salah satu pilar Islam, memiliki potensi besar dalam menciptakan sistem ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Secara historis, zakat bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan...
Aurelia
1 min read

Akuntansi Syariah: Prinsip, Penerapan, dan Tantangannya

Oleh Razanah Taufik (Mahasiswi STEISEBI) Akuntansi syariah adalah sistem akuntansi yang dirancang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip ini meliputi pelarangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian),...
Endah Nawal
2 min read

Pilihan antara Karier dan Keluarga: Perspektif…

Bagi banyak Muslimah, memilih antara karier dan keluarga bisa menjadi keputusan yang rumit dan penuh pertimbangan. Di satu sisi, ada keinginan untuk mencapai kesuksesan...
Aulia
1 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.