Dunia telah memasuki era kecanggihan teknologi. Di mana saat ini transaksi dapat dilakukan secara online tanpa harus keluar rumah. Transaksi atau jual beli yang dapat dilakukan via online pun beragam, mulai dari pakaian, barang elektronik hingga makanan. Cukup dengan membuka aplikasi, pilih menu, kemudian pesan, dan makanan bisa langsung diantar ke rumah.
Pihak driver bisa langsung memesan makanan di outlet atau restoran yang telah ditentukan pemesan, kemudian mengantarkannya ke rumah pemesan. Pembayaran pun bisa melalui cash on delivery maupun via e-money.
Lantas, bagaimana hukum memesan makanan via ojek online?
Hukum memesan makanan via ojek online adalah halal dan diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Makanan harus halal
- Pesanan, harga dan upah jasa harus disepakati sebelum memesan
- Pesanan bisa diketahui jumlah dan spesifikasinya, artinya pesanan harus melalui gambar yang jelas (bil mu’ayanah au bil washf)
Ketentuan tersebut diperkuat dengan hadits:
“Dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi)
Dalam transaksi pesan makanan via ojek online terdapat dua pilihan. Pertama, pesan dengan non tunai (qardh wal wakalah bil ujrah). Di mana saat pembeli memesan makanan via ojek online, pemesan (pembeli) tidak langsung membayar makanan itu, melainkan ditalangi terlebih dahulu oleh driver ojol. Driver ojol pun membeli makanan di restoran atau outlet yang dikehendaki pemesan. Selanjutnya, pemesan membayar saat pesanan telah sampai rumahnya, driver pun juga mendapat upah.
Kedua, pemesan memesan makanan dengan menyetujui upah, harga dan menu makanan. Kemudian pemesan langsung membayarnya melalui saldo yang terdapat di aplikasi pemesan (e-money).
Transaksi ini bukan termasuk transaksi dua akad dalam satu akad (perpaduan utang dan jual beli) yang dilarang. Karena sebagian ulama seperti Syekh Nazih Hammad berpendapat bahwa perpaduan antara jual beli dan utang diperkenankan apabila tidak terjadi rekayasa berbunga (riba). Selain itu, yang menjadi akad utama yaitu pesan makanan, bukan pinjaman atau utang. Seperti produk gadai syariah sebagai perpaduan antara rahn, pinjaman dan biaya pemeliharaan jaminan (nafaqatul marhun).
Jadi, sesungguhnya memesan via ojek online bukanlah merupakan dua akad dalam satu transaksi yang dilarang dalam islam. Karena dua akad dalam satu transaksi merupakan modus atas akad transaksi yang terlarang. Jika tidak ada modus dan rekayasa maka diperbolehkan dalam islam. Hal inilah yang menjadi substansi dibolehkannya pesan makanan via ojek online.
Tidak boleh apabila ada kombinasi dua atau tiga akad lebih dalam satu produk maka masuk dalam daftar transaski yang terlarang. Tetapi sesungguhnya bukan itu yang dimaksud, kalau kita menelaah kitab-kitab hadits ahkam, maka kita akan menemukan bahwa sesungguhnya yang dilarang itu bukan kombinasinya, tetapi apabila kombinasi tersebut menjadi modus atau jual beli yang terlarang. Jika kombinasi dalam pesan makanan via ojek online hanya strategi marketing biasa, maka menjadi transaki yang diperbolehkan dalam islam.
Dalam jual beli, seorang pembeli harus sudah tahu apa yang dibeli, artinya ia sudah melihat apa yang akan dibeli, bisa dilihat secara langsung ataupun foto. Yang penting di akhir transaksi ada yang namanya khiyar, yaitu hak pembeli untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli. Misalnya makanan itu telah basi, maka penjual harus mengganti dan menerima konsekuensinya.
Selain itu, biasanya memesan makanan via online akan lebih mahal dibanding memesan secara langsung. Hal ini tidak menjadi masalah karena restoran itu harus membayar jasa ke perusahaan transportasi online dan driver.
Memesan makanan via ojek online pun juga memiliki maslahat. Di antaranya bagi karyawan yang sibuk kerja akan lebih memudahkan ia dalam memesan makanan. Misalnya pada waktu istirahatnya yang terbatas, tidak perlu membeli makanan secara langsung untuk makan siangnya. Karyawan tersebut cukup memesan via ojek online kemudian tinggal menunggu datang, sehingga tidak mengurangi waktu istirahatnya.
Jadi, aplikasi ojek online itu sah-sah saja, dan membuat kemudahan menjadi sempurna.
Penulis : Atikah Hanan Nabila
Mahasiswi STEI SEBI
Referensi:
Sahroni, Oni. 2019. Fikih Muamalah Kontemporer. Jakarta: Republika.
Sahroni, Oni. 2018. “Hukum Memesan Makanan Melalui Ojek Online.” YouTube. Retrieved (https://www.youtube.com/watch?v=dZeLwE_1pao).
Sahroni, Oni. 2018. “Hukum Pesan Makanan Melalui Ojek Online.” YouTube. Retrieved (https://www.youtube.com/watch?v=ysxW_Ggkdg8&t=39s).