Pengertian Gharar

2 min read

Gharar dalam bahasa berarti keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan merugikan satu pihak atau pihak lain. Suatu akad yang mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian baik mengenai ada atau tidak adanya objek akad, besar atau kecil jumlah.

Pengertian Gharar

Pengertian gharar menurut ulama fikih Imam al-Qarafi, Imam Sarakhsi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Ibnu Hazam, sebagaimana dikutip oleh M. Ali Hasan adalah sebagai berikut: Imam al-Qarafi mengemukakan gharar merupakan suatu akad yang tidak diketahui dengan jelas, apakah akadnya terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual beli ikan yang masih ada di dalam air (tambak). Pendapat al-Qarafi ini sejalan dengan pendapat Imam Sarakhsi dan Ibnu Taimiyah yang memandang gharar dari ketidakpastian akibat yang timbul dari suatu akad. Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan, bahwa gharar adalah suatu objek akad yang tidak mampu diserahkan, baik objek itu ada maupun tidak ada, seperti menjual sapi yang sedang lepas. Ibnu Hazam memandang gharar dari segi ketidaktahuan salah satu pihak yang berakad tentang apa yang menjadi akad tersebut.

Hukum jual beli gharar dilarang dalam Islam berdasarkan al-Qur’an dan hadits. Larangan jual beli gharar didasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an yang melarang memakan harta orang lain dengan cara batil, sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat : 29, Al-Baqarah ayat 188. Lalu dalam Hadist Riwayat Bazar dan Shohih Al-Khakim Artinya: “Dari Rifa’ah bin Rofiq, Nabi pernah ditanya, apakah profesi yang paling baik?Rasulullah menjawab usaha yang paling utama adalah hasil usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan hasil jual beli yang mabrur.”(HR. Bazar dan Shohih Al-Khakim).

Macam-Macam Gharar

Gharar yang dilarang ada 10 macam yaitu sebagai berikut:

  • Tidak dapat diserahkan

Yaitu tidak ada kemampuan penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada. Misalnya: menjual janin yang masih dalam perut binatang ternak tanpa menjual induknya atau contoh lain yaitu menjual ikan yang masih dalam air (tambak).

  • Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual

Yaitu apabila barang yang sudah dibeli dari orang lain belum diserahkan kepada pembeli, maka pembeli itu belum boleh menjual barang itu kepada pembeli lain.

Akad semacam ini mengandung gharar, karena terdapat kemungkinan rusak atau hilang obyek akad, sehingga akad jual beli pertama dan kedua menjadi batal.

  • Tidak ada kepastian tentang jenis sifat tertentu dari barang yang dijual

Misalnya, penjual berkata: “saya jual sepeda yang ada di rumah saya kepada anda”, tanpa menentukan cirri-ciri sepeda tersebut secara tegas. Termasuk ke dalam bentuk ini adalah menjual buah-buahan yang masih di pohon dan belum layak dikonsumsi.

  • Tidak ada kepastian tentang jumlah yang harus dibayar

Misalnya, orang berkata: “saya jual beras kepada anda sesuai dengan harga yang berlaku pada hari ini”. Padahal jenis beras itu banyak macamnya dan harganya juga tidak sama.

  • Tidak ada ketegasan bentuk transaksi

Yaitu ada dua macam atau lebih yang berbeda dalam satu obyek akad tanpa menegaskan bentuk transaksi mana yang akan dipilih pada waktu terjadi akad. Misalnya, sebuah motor dijual dengan harga 10.000.000,- dengan harga tunai dan 12.000.000,- dengan harga kredit. Namun, sewaktu terjadi akad tidak ditentukan bentuk transaksi mana yang akan dipilih.

  • Tidak diketahui ukuran barang

Tidak sah jual beli sesuatu yang kadarnya tidak diketahui. Misalnya, penjual berkata, “aku jual kepada kamu sebagian tanah ini dengan harga 10.000.000,-”.

  • Jual beli mulamasah

Jual beli mulamasah adalah jual beli saling menyentuh, yaitu masing-masing dari penjual dan pembeli pakaian atau barang lainnya, dan dengan itu jual beli harus dilaksanakan tanpa ridha terhadapnya atau seorang penjual berkata kepada pembeli, “jika ada yang menyentuh baju ini maka itu berarti anda harus membelinya dengan harga sekian, sehingga mereka menjadikan sentuhan terhadap obyek bisnis sebagai alasan untuk berlangsungnya transaksi jual beli.

  • Jual beli munabadzah

Yaitu jual beli saling membuang, masing-masing dari kedua orang yang berakad melemparkan apa yang ada padanya dan menjadikan itu sebagai dasar jual beli tanpa ridha keduanya. Misalnya: seorang penjual berkata kepada calon pembeli, “jika saya lemparkan sesuatu kepada anda maka transaksi jual beli harus berlangsung diantara kita.”

  • Jual beli al-hashah

Jual beli al-hashah adalah transaksi bisnis dimana penjual dan pembeli bersepakat atas jual beli suatu barang pada harga tertentu dengan lemparan batu kecil yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang dijadikan pedoman atas berlangsung tidaknya transaksi tersebut.

Artinya: “Rasulullah saw melarang jual beli hashah (lempar batu) dan jual beli gharar.”

  • Jual beli urbun

Yaitu jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian. Misalnya: seseorang membeli sebuah komoditi dan sebagian pembayarannya diserahkan kepada penjual sebagai uang muka (panjar). Jika pembeli jadi mengambil komoditi maka uang pembayarannya termasuk dalam perhitungan harga, akan tetapi jika pembeli tidak jadi mengambil komoditi tersebut maka uang muka menjadi milik penjual. Didalam masyarakat dikenal dengan istilah “uang hangus” atau “uang hilang” tidak boleh ditagih kembali oleh pembeli.

Ditulis Oleh: Sulthan Raihan mahasiswa (STEI SEBI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink