Penerapan Manajemen Risiko di Organisasi

2 min read

Penerapan Manajemen Risiko di Organisasi

Penerapan manajemen risiko tidaklah mudah, mengelolanya harus siap menempuh jalan yang berlika-liku, berbahaya, bahkan memerlukan waktu yang panjang.

Penerapan Manajemen Risiko di Organisasi

Ada dua level tantangan di manajemen resiko, yaitu :

Pertama, tidak ada dukungan yang berkelanjutan dari manajemen puncak.
Kedua, belum tentu semua individu mau untuk dilihat kelemahannya dalam analisis risiko (dianggap mengganggu dan juga mengada-ada).

Misal di bagian sales, ada target pibadi 100 unit, kemudian atasan memberikan pertanyaan kepadanya “kira kira faktor apa saja yang membuat target ini tak berhasil?”

Jika kita berada di posisi sales tersebut, apakah pertanyaan seperti itu baik?
Biasanya di level individu, kebanyakan pribadi tidak suka untuk ditanya tentang hal-hal yang negative. Pertanyaan yang dilontarkan membuat individu tersebut seakan-akan tidak bisa mencapai target yang sudah dibuatnya.

Pada dasarnya manajemen resiko itu sudah umum di berbagai industry seperti industry asuransi, bursa, pasar modal, perbankan. Ada beberapa alasan kenapa manajemen resiko diterapkan pada industry yang telah disebutkan tadi :

  1. Karena dari industry tersebut beresiko dan melibatkan orang banyak,
  2. Pemerintah (otoritas OJK) memberikan regulasi kepada industry agar menerapkan manajemen resiko. Ketika tidak ada regulasi dari pemerintah, maka tidak akan dilakukan secara massif.

Demikian sama halnya dengan industry yang rentan bahaya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Di Indonesia , belum mempunyai PLTN dalam skala besar yang ada hanya baru rencana.

Dulu, pengelolaan resiko tidak dipandang sebagai hal yang perlu untuk diterapkan. Namun sekarang kebanyakan menyadari penting adanya manajemen resiko ini. Dikarenakan belajar dari peristiwa berikut :

  1. Y2K threat ; artinya Year 2 Kilo (Tahun 2000). Dikutip dari Wikipedia, Y2K adalah kesalahan perhitungan oleh computer yang disebabkan oleh sistem penyimpanan tanggal yang hanya menyediakan dua digit untuk tahun, dengan asumsi bahwa kedua digit pertama adalah “19”. Y2K menyebabkan cukup banyak kesalahan, misalnya kartu kredit yang ditolak karena masa berlakunya habis tahun 2000, tetapi dibaca computer sebagai 1900.
  2. 9-11 WTC Bombing : Kejadian di Menara Kembar World Trade Center pada 11 September 2001, yang mana jenis serangan yang dilakukan seperti pembajakan pesawat, serangan bunuh diri, serta terorisme.
  3. Skandal Enron dan KAP Arthur Andersen (skandal penipuan investor dengan melakukan penipuan laporan keuangan.)

Apakah peristiwa ini cukup untuk penerapan manajemen risiko? Dari berbagai peristiwa di atas, seharusnya cukup menjadi titik tolak bagi kita untuk menerapkan manajemen resiko.

Belajar dari Pengalaman Total Quality Management (TQM)

Manajemen Kualitas lebih dulu ada daripada manajemen resiko. Manajemen Kualitas diperkenalkan oleh Professor W. Edwards Deming. Manajemen Kualitas ini menghasilkan : produk yang berkualitas, dapat masuk ke negara barat dan bahkan menang dalam persaingan pada saat itu.

Ada beberapa point yang menyebabkan keberhasilan penerapan manajemen resiko, diantaranya :

  1. Ada kondisi yang memaksa
  2. Standar Internasional yang mendukung , seperti ISO 31000 (Internasional), di Amerika itu COSO 2004
  3. Adanya dukungan dari manajemen yang di atas
    Ada beberapa konsekuensi jika tidak menerapkan Manajemen Resiko, diantaranya : Denda, karyawan yang tidak pindah, customer yang tidak puas, kesempatan yang lewat, repitasi rusak, kegagalan project atau produk, kehilangan/ kerugian keuagan, kegagalan bisnis.

Ekplisit dan Emplisit

Manajemen resiko secama implisit dapat dilakukan dengan cara :

  1. Penerapan system prosedur yang baik
  2. Struktur organisasi, ketika organisasi itu memilih struktur yang tepat, berarti dia sudah meminimalisisr resiko.

Kelebihan dan Resiko dari :

• Sentralisasi : Konsisten dan terkendali, resikonya seperti menumpuknya keputusan dan tidak ada pengawasan dari pusat
• Desentralisasi : Klien focus,daling koreksi. Resikonya tidak konsistensi, bisa juga salah ambil keputusan

Sistem kontrak yang baik

Tujuannya agar terhindar dari resiko yang tidak terduga. Juga salah satu bentuk Risk Tranfer
(memindahkan resiko kepada pihak lain, dengan menggunakan kontrak asuransi).

Manajemen resiko eksplisit

Menerapkan lima tahapan manajemen resiko, yaitu : melakukan analisis resiko, menerbitkan catatan dan status pada setiap tahapan proyek agar menjadi perhatian, membuat rencana penanggulangan bencana, membuat rencana manajemen krisis, menyusun daftar resiko, dan membuat kelompok analisis resiko.

Penerapan Manajemen Resiko itu dilakukan secara sadar dan efektif , dapat dilakukan secara eksplist dan implisit .

Penulis: Fatmitha Nabila

Mahasiswa STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink