Menarik! Inilah Contoh Penerapan Akad-Akad dalam Asuransi Syariah

2 min read

Izzul Haqqir Rahman (STEI SEBI)

Asuransi merupakan salah satu instrumen keuangan yang penting dalam menjaga stabilitas keuangan dan melindungi aset serta kehidupan dari risiko yang tidak terduga. Risiko-risiko yang terjadi ketika mempunyai harta yang melimpah adalah  musnahnya harta  tersebut  dikarenakan  hilang, kebakaran  atau karena sebab yang lainnya. Resiko kesehatan yang diakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang akan dialami manusia. Kemudian resiko kematian yang bisa diakibatkan karena penyakit maupun kecelakaan. Asuransi pada hakikatnya merupakan persiapan yang dibuat oleh seseorang untuk  menghadapi kerugian atau  musibah yang tidak dapat diduga atau dipredikasi. Apabila kerugian itu menimpa seseorang tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung bersama atau oleh perusahaan asuransi.

Asuransi adalah kesepakatan antara dua belah pihak, yakni perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi perusahaan asuransi untuk menerima premi sebagai imbalan atas:

1. Memberikan kompensasi kepada tertanggung atau pemegang polis akibat kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin dialami tertanggung atau pemegang polis karena suatu peristiwa yang tidak pasti.

2. Memberikan pembayaran berdasarkan kematian tertanggung atau pembayaran berdasarkan kehidupan tertanggung dengan manfaat yang telah ditetapkan dan/atau berdasarkan hasil pengelolaan dana (UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian).

Dalam konteks keuangan syariah, Asuransi Syariah menjadi pilihan yang sesuai bagi individu atau kelompok yang ingin mendapatkan perlindungan finansial sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Dalam praktiknya, Asuransi Syariah menggunakan berbagai akad-akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah untuk mengatur hubungan antara pihak-pihak yang terlibat. Akad-akad tersebut mencakup berbagai bentuk perjanjian yang diatur secara jelas dan transparan, sehingga memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara  sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola  pengembalian untuk   menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah).

Ketika seseorang memilih untuk bergabung dengan asuransi syariah di perusahaan asuransi, akan terjadi ikatan melalui sebuah akad. Akad ini merupakan faktor penentu dalam menentukan kehalalan atau keharaman suatu asuransi. Akad ini merujuk pada perjanjian tertulis yang mengatur kesepakatan spesifik, hak, dan kewajiban para pihak sesuai dengan prinsip syariah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

Secara umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi syariah akan diberikan  akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. Akad tersebut adalah :

1. Akad Tijarah

Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk akad ini menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil). Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru’ jika salah satu pihak rela melepaskan haknya, sehingga menghapuskan kewajiban pihak lain yang belum memenuhi kewajibannya.

Akad tijarah digunakan untuk mengelola uang premi yang diberikan kepada perusahaan asuransi syariah, di mana perusahaan tersebut bertindak sebagai pengelola (Mudorib) dan nasabah sebagai pemilik uang (Shohibul Mal). Ketika masa perjanjian berakhir, uang premi yang diakadkan dengan akad tijarah akan dikembalikan bersama dengan bagi hasilnya.

2. Akad Tabarru

Akad tabarru’ merupakan segala bentuk akad yang dilakukan dengan maksud kebaikan dan saling tolong-menolong, bukan semata untuk kepentingan bisnis. Dalam akad tabarru, terdapat akad hibah yang tidak dapat diubah menjadi akad tijarah. Dalam akad tabarru (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk membantu peserta lain yang mengalami musibah. Perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.

Dalam pelaksanaan akad tijarah dan akad tabarru’, terdapat beberapa akad yang mengikutinya, yaitu :

  • Akad Wakalah bil Ujrah,

Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang di mana peserta memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil untuk mengelola Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi Peserta dengan imbalan ujrah (fee). Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktik asuransi syariah antara perusahaan asuransi syariah dan peserta, di mana perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai pengelola dan menerima fee karena telah diberi kuasa oleh peserta.

  • Akad Mudharabah

Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang di mana peserta memberikan kuasa kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan  berupa  bagi  hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya.

  • Akad Mudharabah Musytarakah

Akad Mudharabah Musytarakah adalah akad Tijarah yang memberikan hak kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru dan/atau dana investasi para peserta,  digabungkan dengan kekayaan perusahaan, sesuai dengan kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah), besarnya imbalan ditentukan berdasarkan komposisi harta gabungan dan telah disepakati sebelumnya.

Itulah akad-akad yang digunakan dalam asuransi syariah. Sebagai umat muslim yang mematuhi syariat Islam, sudah sepatutnya kita memilih produk-produk serta layanan yang memang sesuai dengan prinsip Islam. Jauhkan riba, jauhkan kemudharatan supaya hidup jauh lebih tentram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.