Pahala Istri Mengurus Rumah Tangga

1 min read

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fmuttaq.in%2Fmembangun-ekonomi-rumah-tangga-islami%2F&psig=AOvVaw0pP4ovdh6zRwGXVRJQRj7u&ust=1677637772438000&source=images&cd=vfe&ved=0CBEQjhxqFwoTCOC82KuWt_0CFQAAAAAdAAAAABAI

Di Indonesia sendiri masih menganggap bahwa mencuci, menyapu, memasak atau berberes rumah adalah kewajiban wanita. Bahkan tingkat diskriminasi antara wanita dan pria sangat tinggi mengenai pekerjaan rumah. Anak perempuan kerap di suruh-suruh untuk mengurus rumah di pagi, petang hingga malam hari. Sedangkan anak laki-lakinya di biarkan saja bangun siang tidak membantu pekerjaan rumah, bahkan dianggap wajar bila kamar anak laki-laki berantakan. Seharusnya pandangan seperti itu harus dihilangkan, hendaklah orang tua mengajarkan pada anak mereka baik itu laki-laki atau perempuan untuk selalu menjaga kebersihan, mendidik anak laki-laki untuk ringan tangan membantu istrinya mengurus rumah dan tidak semena-mena.

Lalu apakah mengurus rumah itu adalah kewajiban istri saja?

Mencuci baju, memasak dan mengurus rumah bukan tugas istri melainkan itu adalah bentuk kasih sayang dan dinilai pahala yang besar.

Menurut Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily, diantara permasalahan rumah tangga yang sering diperbincangkan oleh para ulama adalah hukum seorang istri mengurusi rumah tangga. Para ulama bersepakat bahwasannya seorang istri yang membantu suaminya mengurusi rumah tangga adalah baik, ia akan diberi pahala ia pantas mendapatkan ucapan terimakasih dan suatu perbuatan yang pantas untuk di motivasi. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat apakah hal tersebut hukumnya wajib atas istri ataukah tidak wajib? Maka sebagian ulama yaitu beberapa ulama Malikiah, banyak dari ulama Syafiiyyah, dan banyak pula dari kalangan ulama Hanabilah berpendapat bahwa hal tersebut tidak wajib. Menurut mereka tidak wajib atas istri memasakkan suami mencucikan bajunya, membersihkan rumah dan selain itu. Landasan mereka adalah anggapan bahwa hal tersebut tidak terkandung dalam akad nikah. Akad nikah hanya berisi wajibnya istri melayani suami dalam urusan ranjang, bukan pengurusan rumah tangganya. Ini adalah landasan utama mereka.

Namun sebagian ulama lain seperti Hanafiyyah dan sebagian besar Malikiyyah dan sebagian kecil Syafiiyah dan sebagian kecil hanabilah mereka berpendapat bahwa seorang istri wajib mengurus rumah tangga.

Dan pendapat mereka dalam masalah ini dilandasi banyak hal, yang pertama karena Hal inilah yang dikerjakan pada zaman Nabi SAW. Yang ada di zaman Nabi SAW. seorang istri itu membantu suami mengurus rumah tangga dan tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa istri tidak membantu suami mengurus rumah tangga. “Dari Ali Bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwa Fatimah pernah mendatangi Nabi Rasulullah untuk meminta seorang pembantu, maka nabi bersabda: “Maukah engkau aku beritahu sesuatu yang lebih baik daripada seorang pembantu? Sebelum tidur engkau Bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, dan bertakbir 34 kali. Lantas Ali berkata “setelah itu aku tidak pernah meninggalkan wasit nabi Ini.”(HR. Bukhari Muslim).

Pada hadis ini Fatimah radhiyallahu Anhu membantu rumah tangga suaminya padahal beliau adalah seorang yang mulia keturunan nabi lalu Beliau mendatangi nabi untuk meminta seorang pembantu bahwa nabi menunjukkan apa yang lebih baik daripada seorang pembantu dan nabi tetap memerintahkan putrinya agar membantu suaminya mengurus rumah tangga. Dan nabi tidak mengatakan kepada Ali kamu wajib mendatangkan seorang pembantu untuk membantu istrimu karena istrimu tidak ada kewajiban membantu rumah tanggamu dan dalam kaidah fikih “mengakhirkan penjelasan pada saat diperlukan tidak dibolehkan” sehingga kisah ini menunjukkan bahwasanya seorang Istri wajib membantu rumah tangga suaminya.

Penulis: TIARA AGISTRI

Mahasiswa STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink