
Dalam dunia bisnis, akuntansi berperan sebagai penyalur informasi utama dengan laporan
keuangan yang menjadi instrumen kunci dalam menggambarkan kondisi keuangan perusahaan.
Laporan ini tidak hanya mencerminkan hasil kinerja perusahaan tetapi juga memberikan dasar
bagi pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan ekonomi yang tepat. Fokus utama
laporan keuangan adalah memberikan gambaran mengenai posisi keuangan, kinerja, dan
perubahan ekonomi suatu perusahaan (Devi & Mulatsih, 2021).
Dalam penyusunan laporan keuangan, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan
kebebasan kepada perusahaan untuk memilih prinsip akuntansi yang sesuai dengan kebutuhan
dan preferensi mereka (Sugiyarti & Rina, 2020). Dalam kerangka ini, prinsip konservatisme
sebagai satu-satunya prinsip yang menekankan kehati-hatian dengan tidak mengakui laba
sebelum adanya bukti yang kuat (Sumantri, 2018). Prinsip ini menjadi penting dalam konteks
dasar akrual yang digunakan dalam akuntansi, di mana nilai akuntansi mencakup
ketidakpastian aliran kas masa depan (Savitri, 2016).
Pajak sebagai Fokus Utama
Pajak sebagai sumber utama pendapatan negara memegang peran sentral dalam mendukung
perekonomian, pembangunan nasional, dan penyelesaian berbagai permasalahan di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dengan tegas menyatakan bahwa membayar pajak adalah kewajiban bagi setiap warga negara
dan badan hukum. Pajak diartikan sebagai pembayaran yang wajib dilakukan kepada negara
oleh individu atau entitas hukum. Pembayaran pajak menjadi tindakan hukum yang bersifat
wajib tanpa menerima imbalan langsung dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat (Zahrani et al., 2023).
Dalam upaya meminimalkan kewajiban pajaknya, perusahaan secara aktif mencari metode
untuk mengelola laba yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan. Lev dan Zarowin (1999)
menunjukkan bahwa rasio antara laba akuntansi sebelum pajak dengan laba fiskal atau
penghasilan kena pajak dapat dijadikan indikator konservatisme akuntansi. Laba fiskal sebagai
ukuran kinerja yang sangat konservatif mencerminkan upaya perusahaan dalam meminimalkan
pembayaran pajak (Harini et al., 2020).
Meskipun prinsip konservatisme akuntansi menjadi kunci penting dalam menghadapi
ketidakpastian aktivitas ekonomi dan bisnis, kenyataannya masih banyak perusahaan yang
belum sepenuhnya menerapkan akuntansi konservatif dalam pelaporan keuangan mereka.
Fenomena ini tampak jelas dalam kasus manipulasi laporan keuangan yang terjadi pada
perusahaan-perusahaan besar, mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap standar
akuntansi. Selain itu muncul fenomena tax avoidance atau biasa disebut sebagai tindakan
individu atau perusahaan untuk mengurangi atau menghindari pembayaran pajak secara legal
di perusahaan Indonesia, menunjukkan perlunya pemahaman mendalam tentang prinsip
akuntansi konservatif untuk menghindari praktek-praktek yang dapat merugikan integritas
laporan keuangan (Harini et al., 2020).
Contoh fenomena pertama adalah kasus manipulasi laporan keuangan pada tahun 2015 yang
melibatkan PT. Toshiba. CEO perusahaan terbukti melakukan kecurangan setelah auditor
menemukan kejanggalan pada laporan keuangan yang sengaja di-overstate atau melebihkan
laba sekitar Rp 15,85 triliun dari April 2008 hingga Maret 2014. Akibatnya, perusahaan
mengalami kerugian besar, membayar denda kepada pihak terkait, dan CEO yang terlibat
mengundurkan diri secara resmi. Setahun setelah insiden ini, PT. Toshiba mengumumkan
kebangkrutan, menghentikan semua karyawan, dan menutup pabrik di Jakarta dan sekitarnya
(Harini et al., 2020).
Dari fenomena tersebut terlihat bahwa perusahaan tidak menerapkan prinsip konservatisme
akuntansi dalam pencatatan laporan keuangannya. Overstatement laba dalam laporan keuangan
menjadi tanda bahwa perusahaan tersebut tidak mengikuti prinsip konservatisme. Sebaliknya,
perusahaan yang menerapkan konservatisme akuntansi cenderung mencerminkan laba
minimal. Karena prinsip ini menekankan reaksi hati-hati dengan mendahulukan pengakuan
beban dan rugi, serta mengungkapkan laba kemudian. Dengan demikian, laba yang dihasilkan
dengan pendekatan konservatif dianggap lebih berkualitas
Fenomena kedua adalah kasus PT Aneka Tambang Tbk yang melakukan penghindaran pajak
pada bulan Juni 2021, mengarah pada penggelapan pajak. PT Aneka Tambang Tbk diduga
menggelapkan produk emas senilai Rp 47,1 triliun dengan mengubah kode impor untuk
menghindari pajak impor dan pajak penghasilan pribadi (PPh). Indikasi manipulasi ini
menyebabkan produk perusahaan ini berhasil dibebaskan dari Pajak Penghasilan (PPh) 5% dan
2,5% bea masuk. Kerugian yang diderita pemerintah diperkirakan mencapai Rp 2,9 triliun.
Penghindaran pajak di Indonesia tercermin dalam tarif pajak. Meskipun efektivitas
pemungutan pajak dapat diukur dengan rasio pajak yang dikumpulkan oleh negara, terdapat
efek negatif terkait penghindaran pajak. Negara yang mengalami peningkatan penghindaran
pajak cenderung memiliki struktur investasi yang kurang produktif, mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi yang lambat dan dampak negatif pada perusahaan publik (Zahrani et
al., 2023).
Lalu bagaimana agar bisa mengurangi pajak secara legal tanpa harus Lalu bagaimana agar bisa
mengurangi pajak secara legal tanpa harus melibatkan praktik penghindaran pajak yang
merugikan dan melanggar hukum? Konservatisme akuntansi memberikan beberapa strategi
yang dapat diterapkan perusahaan dalam untuk mengoptimalkan beban pajak secara legal,
diantaranya:
- Konservatisme dalam Penilaian Persediaan
Menurut (Savitri, 2016), konservatisme dapat memainkan peran kunci dalam penilaian
persediaan. Pilihan metode penyusutan yang lebih konservatif, seperti menggunakan metode
FIFO daripada LIFO, dapat menciptakan cadangan sebagai bentuk pencegahan terhadap
potensi penurunan nilai lebih lanjut. Penilaian ulang persediaan ketika nilai pasar lebih rendah
dari nilai buku juga dapat menciptakan cadangan yang lebih besar.
Penerapan metode FIFO, yang mencatat persediaan berdasarkan harga barang yang pertama
masuk, adalah contoh konkret dari penerapan konservatisme. Hal ini dapat menciptakan nilai
persediaan yang lebih tinggi, yang pada gilirannya dapat menghasilkan cadangan yang lebih
besar. Identifikasi persediaan yang usang atau tidak layak dijual juga mencerminkan
pendekatan konservatif, memastikan bahwa nilai persediaan yang tercatat dalam buku
akuntansi sesuai dengan nilai sebenarnya. - Konservatisme dalam Pengakuan Pendapatan dan Beban
(Riadi, 2019) menemukan bahwa pentingnya konservatisme dalam pengakuan pendapatan dan
beban. Menunda pengakuan pendapatan hingga persyaratan penjualan terpenuhi, sambil
membuat cadangan pendapatan untuk mengantisipasi pengembalian atau penurunan nilai,
dapat mengurangi nilai pendapatan yang sudah diakui. Prinsip konservatisme juga tercermin
dalam penyusutan nilai aset dan penilaian ulang liabilitas secara hati-hati.
Pembuatan penyisihan beban lebih awal menjadi langkah konservatif dalam menghadapi
potensi kenaikan beban di masa depan. Ketika terdapat indikasi bahwa nilai aset menurun,
perusahaan dapat membuat penyisihan nilai atau mengurangi nilai aset sesuai dengan nilai
pasar yang lebih rendah. Penilaian ulang liabilitas juga dapat dilakukan secara konservatif
ketika terdapat ketidakpastian, melibatkan penilaian ulang liabilitas yang mungkin lebih tinggi
untuk mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi. - Konservatisme dalam Penyusutan Aset Tetap
(Sundari & Aprilina, 2017) menemukan bahwa penyusutan aset tetap merupakan elemen
penting dalam laporan keuangan perusahaan dalam penerapan konservatisme dapat
memengaruhi pengelolaan beban pajak. Perusahaan dapat memilih untuk menerapkan metode
penyusutan yang lebih konservatif, seperti metode garis lurus, dibandingkan dengan metode
yang menghasilkan beban penyusutan yang lebih rendah dalam tahun-tahun awal, seperti
metode saldo menurun.
Penerapan penyusutan aset tetap secara konservatif dapat menghasilkan beban pajak yang lebih
tinggi, karena nilai aset akan lebih cepat berkurang dalam buku akuntansi. Namun, hal ini dapat
menciptakan manfaat pajak yang lebih besar karena beban pajak yang tinggi akan mengurangi
laba kena pajak. Penting untuk mencatat bahwa penerapan konservatisme dalam penyusutan
harus sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
Pentingnya Konsistensi dan Transparansi
Meskipun konservatisme merupakan alat yang efektif dalam menghadapi ketidakpastian dan
risiko, penting untuk memastikan penggunaannya yang konsisten dan transparan. Prinsip ini
seharusnya tidak menjadi alasan untuk menyembunyikan kinerja sebenarnya perusahaan.
Penerapan konservatisme harus selaras dengan kerangka kerja akuntansi yang berlaku dan tetap
menjaga transparansi.
Konsistensi dalam menerapkan prinsip konservatisme menjamin agar kebijakan dan praktik
akuntansi perusahaan tidak berubah secara sewenang-wenang, menciptakan dasar yang
konsisten untuk analisis keuangan dan pengambilan keputusan. Di sisi lain, transparansi
memastikan bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan memberikan gambaran
yang jelas dan akurat tentang kondisi keuangan perusahaan.
Dengan menjadikan konsistensi dan transparansi sebagai pilar utama, perusahaan tidak hanya
menjaga integritasnya tetapi juga membuka jalan bagi pengambilan keputusan yang lebih baik.
Inilah fondasi yang memastikan perjalanan menuju keberhasilan finansial yang berkelanjutan.