Mengenal Riba Al Buyu’ – Riba al buyu’ berbeda status hukumnya dengan riba qardh ? Bagaimana tinjauan ushul fiqh nya ? – Riba qardh itu diharamkan dengan dalil yang qathiyu dilalah dan dengan konsesus ijma’ para ulama, sebaliknya, riba al buyu’ ini berbeda dalam status hukumnya.
Selanjutnya para ulama berbeda pendapat tentang status hukum riba buyu’ ini.
Mengenal Riba Al Buyu’
Perbedaan mereka bersumber dari perbedaan mereka tentang ‘illat barang barang ribawi. Rasulullah SAW. Menejelaskan pertukaran barang ribawi dalam beberapa hadisnya, di antaranya : “ Ubadah Bin ash shomit ra. Meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda : (penukaran) antara emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, korma dengan korma, garam dengan garam itu harus sama dan dibayar kontan. Jika berbeda (penukaran) barang di atas, maka jual lah barang tersebut sekehendak kamu sekalian dengan syarat dibayar kontan “ (HR AHMAD).
Jika kita telaah, hadis diatas menjelaskan tentang dua kelompok barang barang ribawi (amwal ribawiyat), kelompok pertama adalah mata uang atau uang, kelompok dua adalah makanan.
Kemudian, para ulama berbeda beda menentukan ‘illat kedua jenis barang ribawi tersebut. Namun dalam penjelasan para ulama kontemporer, bila disimpulkan bahwa pendapat yang kuat yaitu sebagai berikut :
a. ‘illat jenis mata uang dalam tsamaniyah (keberadaannya sebagai barang berharga). Barang ini logis karena emas dan perak yang dicontohkan dalam hadis di atas adalah mata uang yang berlaku saat itu (yang berupa emas dan perak). Maka mata uang rupiah, emas yang dijual di toko toko emas adalah barang barang ribawiyat.
b. ‘illat jenis makanan adalah tha’m, maksudnya setiap jenis makanan walaupun bukan makanan pokok dan tidak menguatkan. Maka makanan roti, beras termasuk barang narang ribawiyat.
Riba buyu’ adalah riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang berbeda kualitas, atau kuantitasnya atau berbeda waktu penyerahannya (tidak tunai).
Riba buyu’ disebut juga riba fadhl, yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitas (mitslan bi mitslin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin).
Keharam riba al buyu’ tersebut didasarkan pada bahaya riba jual beli karena jual beli atau pertukaran semacam ini mengandung gharar, yaitu ketidakadilan bagi kedua belah pihak akan nilai masing masing barang yang dipertukarkan.
Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak, dan pihak pihak lain. selanjutnya tindakan zalim dapat menimbulkan konflik dan permusuhan.
Di samping itu, keharaman tersebut memberikan mashlahat karena uang tidak dijadikan komoditas yang diperjualbelikan, maka uang sesuai fungsinya menjadi alat tukar dalam sirkulasi barang dan jasa. Hal ini sejalan dengan pandangan ekonomi, karena riba dapat dipandang sebagai transaksi yang bersifat eksploitatif karena mengambil untung besar secara tidak wajar.
Riba juga dapat diartikan sebagai sebuah transaksi yang mengandung information asymmetry atau kondisi lain yang berakibat pada posisi tawar menawar yang tidak seimbang, sehingga salah satu pihak (pembeli atau penjual) berada dalam keadaan terpaksa atau tak berdaya sehingga akan menerima apapun yang ditetapkan oleh pihak lain dalam transaksi itu.
Ditulis Oleh: Hana Lidini Hanifah (Mahasiswi STEI SEBI)