Memakai Shopelater dishopee, apakah ada riba?

3 min read

Shopelater

Memakai shopelater dishopee, apakah ada riba? – Sering denger kan yang namanya shopelater? Tentu kita sering denger dong pastinya apalagi anak- anak remaja banyak yang melakukannya.

Apa sih PayLater itu?

PayLater adalah gabungan kata Pay dan Later. Kata Pay yang artinya membayar dan Later yang artinya kemudian, jika digabungkan, PayLater adalah layanan pinjaman online tanpa menggunakan kartu kredit. Layanan tersebut memudahkan bagi konsumen untuk menggunakan saat itu juga.

Kemudian, konsumen akan membayarnya di kemudian hari. PayLater juga bisa diartikan sebagai fasilitas keuangan yang memungkinkan metode pembayaran dengan cicilan tanpa kartu kredit atau salah satu metode pembayaran yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan digital dan start-up.

Pertanyaanya, boleh ga sih pakek shopelater? Istilahnya begini guys

Shopeelater later itu metode pembayarannya dengan menggunakan dana talangan dari perusahaan aplikasi. Nah shopepaylater ini sistemnya menawarkan produk pinjaman dana dengan awal pinjaman dana nol persen tanpa ada minimal transaksi, dan pinjaman yang diberikan hanya bisa digunakan untuk membeli produk dishopee dengan tenor 30 hari.

Besaran bunga Shopee PayLater sendiri antara 0% hingga 2,95% per bulannya. Ketentuan besaran bunga yang dianggap kecil menjadikan Shopee PayLater sebagai alternatif masyarakat dalam berbelanja memenuhi kebutuhan hidup tanpa harus mempunyai uang terlebih dahulu. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui bagaimana praktik kredit Shopee PayLater dengan menggunakan marketplace Shopee dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik kredit Shopee PayLater dari marketplace shopee.

Nah, Menurut hukum Islam praktik kredit Shopee PayLater pada marketplace Shopee hukumnya ada 2 yaitu dibolehkan (mubah) dan diharamkan, dibolehkan (mubah) karena akad nya dilaksanakan dengan jelas, dibuktikan dengan kontrak perjanjian antara penjual dan pembeli pada saat melaksanakan ijab dan Kabul dan tambahan harga pada praktik kredit.

Shopee PayLater dianggap sebagai harga penangguhan, diharamkan karena tambahan harga dalam praktik kredit Shopee PayLater adalah riba dan riba dilarang dalam etika bisnis Islam, sedangkan praktik kredit Shopee PayLater ini menerapkan tambahan harga sebesar 2,95% untuk pelunasan tagihan dengan waktu 2 bulan, 3 bulan dan 6 bulan. Kata Kunci: Hukum Islam, Shopee PayLater.

Tentang PayLater?

PayLater itu ibarat kartu kredit akan tetapi tidak berbasis kartu, melainkan berbasis financial technology (fintech). Dengan demikian, kurang lebihnya mengenai hukum penggunaan PayLater dalam praktik muamalah jasa pemesanan agent traveling atau makanan dan atau penghantaran, adalah hampir menyerupai hukum penggunaan fasilitas kartu kredit.

Setidaknya ada empat pandangan hukum dalam hal ini, berdasarkan hasil analisa.

Pertama, PayLater dihukumi sebagai riba.

Ketika seseorang menggunakan PayLater untuk memenuhi kebutuhannya, maka secara otomatis pihak provider platform PayLater tersebut berperan selaku yang mengutangi pihak konsumen untuk keperluan menebus barang / jasa yang dipesan. Keberadaan syarat tambahan yang berlangsung di muka menjadikan akad ini masuk ke dalam rumpun qardlu jara naf’an, yaitu utang dengan mengambil kemanfaatan.

Utang dengan mengambil manfaat berupa tambahan terhadap ra’su al-maal (pokok harta utang), adalah merupakan ciri khas dari riba qardli. Dan keberadaan bunga pinjaman sebesar 2000 rupiah dari Gr*b, atau 2.14%-4.78% per bulan dari Tr*****ka, termasuk sudah memenuhi unsur ziyadah (tambahan) tersebut, sehingga nyata merupakan riba yang diharamkan.

Kedua, PayLater dihukumi sebagai akad Ijarah.

Ijarah merupakan akad sewa jasa disebabkan adanya alat perantara/penyintas (wisathah) antara konsumen dengan pihak provider secara langsung. Wisathah itu adalah berupa aplikasi Traveloka atau Grab, sebab tanpa keberadaan aplikasi tersebut, konsumen tidak bisa mengajukan pinjaman kepada pihak provider secara langsung.

Hadist:

“Seseorang mengutangi rajul sebesar 90 dinar, namun dihitung 100, karena (harus melalui jasa) timbangan yang satu, sementara tidak ada jalan lain melainkan harus lewat penimbangan itu, maka hukum utangan (terima 90 dihitung 100) itu adalah boleh. Adapun bila 100 itu hanya sekadar digenapkan pada pokok utang (tanpa perantara jasa timbangan) maka tidak boleh sebab hal itu termasuk tambahan (yang haram). Karena bagaimanapun juga, nilai 90 ke 100 adalah menempati maqam 90, sementara 10 lainnya adalah tambahan yang dipinta.” (Al-Mughny li Ibn Qudamah, Juz 4, halaman 395).

Ketiga, PayLater dapat dipandang sebagai Akad Bai’ bi al-Wafa’.

Bai’ bi al-wafa’ adalah sebuah praktik jual beli yang dilakukan oleh seseorang karena adanya hajat yang tidak bisa dihindari sehingga perlu orang ketiga menjadi pihak perantara.

“Seperti orang yang membutuhkan utangan, namun pihak yang diutangi enggan memberikan pinjaman, dan bahkan justru menjual kepada orang tersebut barang seharga 10 dengan harga 15 secara kredit, lalu orang tersebut (menerima, lalu) menjual barang tersebut di pasar dengan harga 10 secara tunai, maka [jual beli seperti itu] adalah boleh karena kredit sifatnya adalah berimbal harga, sementara memberi pinjaman hukumnya adalah selamanya tidak wajib melainkan sunnah.” (Fathu al-Qadir, halaman 213).

Keempat, PayLater dapat dipandang sebagai Akad Jasa mencarikan utangan dengan Prinsip Ju’alah.

Ju’alah merupakan akad sayembara. Seolah, pihak konsumen – melalui penyintas berupa aplikasi itu sedang bilang ke Provider: “Aku sedang membeli barang/jasa ini. Danaku kurang. Tolong carikan aku utangan nanti kamu saya kasih 10% dari dana itu yang aku bayar dalam satu tahun.”

10% dari satu juta adalah 100 ribu. Jika pihak provider mampu mencarikan 2 juta, itu berarti dia berhak menerima dana 200 ribu. Tak urung, akad semacam ini adalah masuk akad ju’alah (sayembara) serta “tidak dapat” disebut sebagai “riba” disebabkan adanya wasilah berupa “barang” / “jasa” dan “aplikasi”.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun juga, keberadaan aplikasi PayLater merupakan tuntutan kebutuhan zaman yang serba cepat. Namun, karena adanya unsur keharaman dalam PayLater, disebabkan berlakunya akad utang piutang antara konsumen dengan Provider, maka alangkah bijaknya bila penggunaan aplikasi tersebut ditimbang menurut kadar kearifan.

Dengan kata lain, jika tidak benar-benar sedang darurat, maka tidak perlu memanfaatkan PayLater. Kecuali, bila terpaksa berlaku adanya darurat pada konsumen, maka langkah yang paling aman adalah keluar dari perbedaan pendapat, yaitu mengikuti wajah dalil yang membolehkan penggunaannya. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Oleh: Sitti nur aini ( mahasiswi STEI SEBI depok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink