Konsep Akad Jual Beli

5 min read

Konsep Akad Jual Beli

Konsep Akad Jual Beli – Abstrak – Sebagai makhluk sosial.manusia tidak bisa hidup sendirian dan justru memerlukan bantuan dari orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut,harus terdapat aturan yang menjelaskan dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya,lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak.

Kata Kunci:Definisi Akad,Rukun-Rukun Akad,Macam-Macam Akad,Implikasi Akad

Konsep Akad Jual Beli

Pendahuluan

Akad secara etimologi,adalah  al-rabtu baina athraf al-syai’,ikatan di antara ujung suatu perkara.

Makna bahasa dapat ini dapat dipahami,bahwa akad merupakan kesepakatan yang saling mengikat diantara pihak yang terlibat tranksaksi.maka dari itu,suatu kesepakatan tertentu di antara pihak-pihak atas objek tranksaksi akan menjadikannya sebagai bukti kehendak untuk berakad.dalam hukum islam,suatu akad baru lahir setelah dilaksanakan pernyataan kehendak penawaran (ijab) dan pernyataan pernyataan kehendak persetujuaan (qabul).

Sedangkan,menurut Hasbi Ash-Shiddieqy definisi akad adalah antara ijab dengan qabul secara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridhoan kedua belah pihak.akad bisa juga diartikan al-aqdatun yang artinya sambungan dan al-ahdun yang artinya janji.sedangkan menurut syariat,akad merupakan salah satu cara untuk memperoleh harta dalam kehidupan sehari-hari.

Hubungan ini merupakan sesuatu yang sudah ditakdirkan oleh Allah karena itu merupakan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik.islam memberikan aturan yang cukup kompleks dalam akad dapat digunakan dalam kebutuhan sehari-hari,dalam pembahasan fiqih muamalah akad atau kontrak yang dapat digunakan bertransaksi sangat beragam,sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi yang ada.

Rumusan Masalah

  1. Definisi Akad
  2. Rukun-Rukun Akad
  3. Macam-Macam Akad dalam kajian Fiqih Muamalah
  4. Berakhirnya Akad
  5. Implikasi Akad

Pembahasan

A. Definisi Akad

Menurut KBBI akad berarti perjanjian atau kontrak.sedangkan dalam bahasa arab,akad berasal dari kata.’aqda-ya’qidu-aqdan,yang memiliki persamaan yaitu.

  1. Ja’ala ‘uqdatun yang memiliki makna menjadikan ikatan
  2. Akkada,yang memiliki makna memperkuat
  3. Lazima,memiliki makna menetapkan

Akad bisa juga diartikan al-aqdatun yang artinya sambungan dan al-ahdun yang artinya janji.sedangkan menurut syariat,akad merupakan salah satu cara untuk memperoleh harta dalam kehidupan sehari-hari.akad merupakan cara yang diridhai oleh Allah dan harus diterapkan dalam bermuamalah sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 1 yang artinya hai orang-orang beriman,penuhilah akad-akad itu menurut wahbah zuhaili akad memiliki arti yaitu ikatan antara dua perkara,baik ikatan nyata maupun ikatan secara maknawi,dari satu segi serta dari dua segi maupun dari segi yang lain.sedangkan menurut Hasbi Ash-Shiddieqy definisi akad adalah perikatan antara ijab dengan qabul secara yang dibenarkan secara syara’ yang menetapkan keridhoan kedua belah pihak.

Dari pengertian menurut bahasa tersebut dapat dipahami bahwa akad atau ijab dengan qabul adalah perbuatan atau pernyataan yang bertujuan untuk menunjukan suatu keridhoan dalam bertranksaksi diantara dua orang atau lebih,sehingga terhindar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.ikatan tersebut terjadi antara kedua belah pihak,satu pihak menyatakan ijab dari pihak yang lain menyatakan qabul,yang kemudian timbul akibat hukum berupa hak dan kewajiban antara kedua belah pihak.

Kalangan mazhab malikiyah,syafi’iyah,&hanabilah berpendapat bahwa akad adalah segala kesepakatan yang bersumber dari kehendak pihak-pihak yang berakad baik kehendak tersebut bersumber dari satu pihak seperti akad,wakalah,talak,hibah maupun yang bersumber dari kedua pihak seperti jual beli,sewa menyewa,wakalah,&gadai.

B. Rukun Akad

Para Fuqaha berbeda pendapat dalam memahami terminologi rukun akad.oleh sebab itu,para fuqaha berbeda pula dalam menentukan rukun dan syarat akad.hal ini karena defines rukun memberikan impilikasi dalam penentuan apa saja yang terjadi yang menjadi ketentuan-ketentuan yang esensial dan substansif dalam akad,sehingga dapat dikatakan sebagai rukun akad itu sendiri.

Menurut fuqaha hanafiyah,rukun akad apa saja yang eksistensinya akad tergantung kepadanya dan merupakan unsur esensial dari akad tersebut.dengan kata lain,ketentuan yang harus ada dalam setiap tranksaksi dan menjadi inti dari pelaksanaan tranksaksi tersebut.dari sini, Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun akad adalah ijab-qabul (shigat aqd) saja.hal ini karena hakikat suatu akad adalah ikatan antara ijab dan qabul , sementara yang lainnya adalah sekedar muqawwimat aqd (pendukung akad) dan sebagai lawazim aqd (konsekuensi akad).

Berbeda dengan mazhab jumhur Fuqaha memahami definisi rukun sebagai eksistensi akad tergantung kepadanya meskipun tidak merupakan unsur akad tersebut.berdasarkan pemahaman tersebut,mazhab jumhur fuqaha membagi rukun mejadi tiga bagian ialah

  1. Aqid (subjek akad)
  2. Ma’qud alaih (objek akad)
  3. Shigat (pernyataan pelaku akad )

Adapaun syarat akad dapat dijelaskan sebagai berikut Pertama,aqid (subjek akad) sebagai subjek hukum disyaratkan harus balig dan berakal atay memenuhi kecakapan hukum.dalam KHES pasal 2 dinyatakan bahwa kriteria cakap hukum ialah.

  1. Seseorang yang dipandang memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal telah mencapai umur baligh paling rendah 18 tahun atau pernah menikah
  2. Badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum,dapat melakukan perbuatan hukum dalam hal tidak dinyatakan taflis/ pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Kedua,ma’qud alaih (objek akad) disyaratkan sebagai berikut:objek akad harus ada,objek merupakan sesuatu yang dihalakan secara syariat,objek akad dapat diserahterimakan,objek akad dapat diketahui pihak-pihak yang melakukan akad termasuk barang yang mempunyai manfaat.dalam KHES pasal 24 dijelaskan bahwa ketentuan objek akad adalah amwal atau jasa yang dihalalkan dibutuhkan oleh masing-masing pihak.

Ketiga,shigat akad,shigat merupakan kesepakatan pihak-pihak yang melakukan akad dalam hal ini dapat dinyatakan dalam ijab dan qabul.

Oleh karena itu,ijab dan qabul disyaratkan memenuhi hal-hal berikut:

Pernyataan tersebut jelas menunjukan ijab-qabul,pernyataan kedua pihak yang berakad berkeseuasian antara ijab dan qabul serta berkesinambungan pernyataan ijab-qabu; serta berkeinganan untuk melakukan akad pada saat terjadinya tranksaksi.

Dengan demikian,apa pun jenis akad yang dilakuakn pihak-pihak yang berakad harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam syarat dan rukun akad sebagai bagian dari esensial serta substansif terjadinya suatua akad.hal ini karena terjadinya suatu akad memberikan akibat hukum yang saling mengikat kepada para pihak yang berakad.oleh sebab itu,keabsahan atau legalitas suatu akad yang berimplikasi secara langsung kepada perpindahan ha katas objek akad yang disepakatinya.

C. Macam-macam akad dalam kajian fiqih muamalah

Macam-macam akad jika di lihat dari keabsahannya maka dapat di bagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.

  1. Akad shahih

Akad shahih adalah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang di timbulkan akad itu mengikat pada pihak-pihak yang melakukan akad.ulama Hanafiyah membagi akad shahih menjadi dua macam,yaitu.

  1. Akad nafiz (sempurna untuk dilaksanakan),adalah akad yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada penghalang untuk melaksanankannya
  2. Akad mawquf,adalah akad yang dilakukan seseorang yang cakap bertindak hukum,tapi ia tidak memiliki kekuasaan untuk melangsungkan dan melaksanakan akad ini,seperti akad yang dilangsungkan oleh anak kecil yang mumayyiz
  • Akad ghairu shahih

Akad ghairu shahih adalah akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya,sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad akad ghairu shahih di bagi oleh ulama Hanafiyah dan Malikiyah menjadi dua macam, ialah.

  1. Akad Bathil

Akad Bathil adalah akad yang tidak memenuhi salah satu rukun akad atau ada larangan langsung dari syara’.misalnya objek jual beli itu tidak jelas.atau terdapat unsur penipuan seperti menjual ikan dalam lautan atau salah satu pihak yang berakad tidak cakap bertindak hukum.

  • Akad Fasid

Akad fasid adalah akad yang pada dasarnya di syariatkan,akan tetapi sifat yang diakad itu tidak jelas .misalnya,menjual rumah atau kendaraan yang tidak di tunjukan tipe,jenis,dan bentuk rumah yang akan di jual,atau tidak disebut brand kendaraan yang akan dijual,sehingga menimbulkan perselisihan antara penjual dan pembeli.ulama fiqh menyatakan bahwa akad bathil dan akad fasid mengandung esensi yang sama,yaitu tidak sah dan akad itu tidak megakibatkan hukum apapun

D. Berakhirnya Akad

Akad berakhir disebabkan oleh beberapa hal diantaranya sebagai berikut.

  1. Berakhir masa berlaku akad tersebut,apabila akad tersebut tidak mempunyai tenggang waktu.
  2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad,apabila akad tersebut sifatnya tidak mengikat.
  3. Dalam akad sifatnya mengikat,suatu akad dapat dianggap berakhir jika.
  1. Jual beli di lakukan fasad ,seperti terdapat unsur-unsur tipuan salah satu rukun atau syaratnnya tidak terpenuhi
  2. Berlakunya khiyar syarat,aib atau rukyat
  3. Akad tersebut tidak di lakukan oleh salah satu pihak secara sempurna
  4. Salah satu pihak yang melakukan meninggal dunia

E. Implikasi Akad

Dengan demikian,setiap akad yang dibentuk oleh pihak yang melakukan akad,memiliki tujuan dasar yang ingin diwujudkannya.misalnya tujuan perpindahan hak kepemilikan akad dalam jual,hak kepemilikan manfaat bagi penyewa dalam akad ijarah (sewa),hak untuk menahan barang dalam akad rahn (gadai),dll.oleh sebab itu,dengan terbentuknya akad,akan muncul hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang melakukan akad.

Implikasi akad ini dapat dilihat secara jelas dalam praktik akad jual-beli.jika akad jual-beli sudah sah dan mengikat kepada para pihak yang berakad,maka berimplikasi pada pembeli berkewajiban untuk menyerahkan uang sebagau harga atas objek akad dan berhak mendapatkan barang (objek).

Sementara di pihak lain,bagi penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang dan menerima uan sebagai kompensasi barang.hal ini juga berlaku pada akad-akad lainnya yang memiliki akibat hukum sesuai dengan bentuk akad yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Kesimpulan

Pada setiap yang kita lakukan akan muncul adanya implikasi atau sebab dari akibat seperti akad jual-beli itu implikasinya adalah hukum yang berlaku bagi yang melanggarnya seperti penipuan dsb

Daftar Pustaka dari Buku

Dr.Moh.Mufid, L. (2019). Kaidah fikih Ekonomi dan Keuangan Kontemporer. Jakarta: PRENAMEDIA GRUOP (DIVISI KENCANA).

H.Syaikhu, M. (2020). FIkih Muamalah memahami konsep dan dialetiaka kontemporer. Yogyakarta: K-Media.

Ditulis Oleh: Muhammad Syammil Asyraff (Mahasiswa STEI SEBI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.