Tafakkur: Kiat Mengubah Kufur Menjadi Syukur – Seringkali kita merasa hidup ini hampa, banyak cobaan bertubi-tubi silih berganti. Merasa Allah tidak adil. Padahal Allah SWT satu-satunya dzat yang paling adil. Kalau sudah begitu, kadang kita merasa kufur nikmat, merasa dunia ini bukan sebuah karunia dari Allah, hingga akhirnya berujung pada sifat kufur.
Apa itu kufur?
Kufur merupakan antonim dari syukur. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kufur nikmat adalah tidak bersyukur atas nikmat yang dilimpahkan Allah SWT. Itu artinya, orang yang memiliki sifat kufur tidak pernah merasa puas dengan apa yang Allah berikan, selalu meminta lebih, lebih dan lebih.
Kufur dibedakan menjadi empat macam, yakni kufur dengan hati, kufur dengan lidah, kufur dengan perbuatan dan kufur dengan harta. Kufur dengan harta maksudnya adalah menjadikan harta sebagai mahkota tubuhnya dan enggan membagikan kepada orang lain. Ia merasa congkak dengan harta yang dimilikinya. Naudzubillahi min dzalik
Kemudian, bagaimana caranya agar kita senantiasa dijauhkan dari sifat kufur? Cara yang dapat dilakukan yakni dengan bertafakkur.
Tafakkur merupakan istilah dalam bahasa Arab yang artinya merenung dan mengingat Allah. Tafakkur dapat diartikan sebagai proses merenungkan segala ciptaan Allah, sehingga dapat mengokohkan keimanan kita.
Tafakkur dan syukur adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kita bertafakkur kepada Allah saat ada sesuatu yang hilang dengan berlandaskan pikiran dan hati yang jernih untuk menemukannya.
Berikut beberapa kiat mengubah kufur nikmat menjadi syukur nikmat dengan tafakkur:
Pertama, selalu renungkan bahwa apa yang kita miliki semuanya hanya titipan. Tidak ada yang abadi. Dunia hanyalah tempat singgah belaka. Ayah, ibu, sanak saudara, teman, bahkan barang yang kita pakai sehari-hari semua adalah titipan yang harus dijaga sebaik mungkin. Jadi, kita harus mengubah persepsi, dunia tidak untuk dikejar, sehingga dengan begitu kita senantiasa berkomitmen untuk mengejar kehidupan abadi di akhirat.
Kedua. Selalu ingat apa yang telah Allah berikan untuk hambanya. Ingatlah betapa luasnya bumi yang Allah titipkan. Allah melimpahkan nikmat berupa keluarga, pertemanan dan harta benda.
Bersyukur masih dapat memiliki sepasang mata yang dapat melihat dengan jelas, serta dapat berkedip dengan normal. Bayangkan apabila manusia tidak dapat berkedip, pasti otot mata kita akan kelelahan bekerja. Bayangkan apabila salah satu anggota tubuh kita tidak berfungsi, pasti amat sedih bukan? Bayangkan apabila kita sulit bernafas dan harus menggunakan tabung oksigen, sehat jadi terasa amat mahal.
Bersyukur terhadap hal-hal kecil sekalipun adalah suatu yang harus dibiasakan. Bersyukur dapat dilakukan dengan cara beribadah. ibadah bukan sebuah rasa ganti rugi terhadap nikmat yang Allah berikan, namun sebagai rasa syukur atas semua yang telah Allah beri kepada kita, wujud implementasi bakti kita kepada Allah yang maha kuasa.
Ketiga, dengan bertafakkur tentang kematian. Kematian adalah hal yang pasti dialami oleh setiap manusia, tetapi menjadi teka-teki yang tidak seorang pun mengetahuinya. Seseorang mengatakan, sebaik-baiknya nasihat adalah kematian. Ketika terjadi bencana alam, yang ada dalam benak kita adalah semakin dekat ajal menjemput.
Perlu digarisbawahi bahwa semua yang tampak mewah di dunia bukan berarti kenikmatan dari Allah, bisa jadi itu sebuah penyebab kehancuran. Kehancuran umat manusia dimulai saat ia lalai. Lalai dari tanggung jawabnya sebagai seorang khalifah di muka bumi, lalai dari tanggung jawabna sebagai seorang dai, dan lalai dari tanggung jawabnya sebagai seorang muslim sejati.
Bertafakkur merupakan proses penjernihan hati dan pikiran dari segala bentuk keburukan. Bertakkur juga menjadi cara yang tepat untuk menghancurkan kelalaian akan tanggung jawab sebagai seorang muslim yang taat. Dengan cara inilah kita dapat menemukan hikmah atas setiap peristiwa yang kita lalui. Mari renungkan.
Referensi:
Hadid, & Mukhlis. (2020). Manajemen Tafakkur, Syukur dan Kufur : Refleksi dalam Kehidupan. Kariman, 8(295–302).
Ditulis Oleh: Aulia Rahmi
Mahasiswa STEI SEBI