Islam memaknai istri sebagai sosok yang dimuliakan

2 min read

Fiqih adalah yurisprudensi Islam yang berkenaan dengan interpretasi dan penerapan hukum Islam. Salah satu bidang fikih yang menjadi perdebatan akhir-akhir ini adalah Masalah pekerjaan rumah tangga dan pembagiannya di antara pasangan terutama di masyarakat Islam di mana norma-norma budaya telah mengarah pada ekspektasi dan asumsi tertentu tentang peran gender.

Dalam beberapa budaya dan masyarakat, diyakini bahwa pekerjaan rumah tangga adalah tanggung jawab istri, sementara peran suami adalah untuk menyediakan kebutuhan finansial keluarga. Namun, apakah pandangan ini sesuai dengan ajaran Islam? Meskipun beberapa orang mungkin percaya bahwa pekerjaan rumah tangga adalah semata-mata tanggung jawab istri, gagasan ini tidak didukung oleh ajaran Islam.

Dalam yurisprudensi Islam (fikih), tanggung jawab masing-masing pasangan dalam sebuah pernikahan ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk Al-Quran, Hadis, dan interpretasi para jumhur ulama. Menurut ajaran Islam, peran dan tanggung jawab masing-masing pasangan dalam pernikahan didasarkan pada kerja sama, rasa hormat, dan dukungan satu sama lain.

Islam menekankan pentingnya kerja sama dan kebaikan dalam pernikahan. Al-Quran menyatakan,

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu dari jenismu sendiri pasangan-pasangan supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir" (QS. Ar-Rum: 21).

Dalam ajaran Islam, peran dan tanggung jawab masing-masing pasangan dalam pernikahan ditentukan oleh kesepakatan dan pemahaman bersama. Tidak ada perintah khusus dalam ajaran Islam bahwa pekerjaan rumah tangga adalah tanggung jawab istri. Bahkan, Nabi Muhammadﷺ sendiri biasa membantu para istrinya dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti yang disebutkan dalam beberapa Hadits.

Sebagai contoh, diriwayatkan bahwa Aisyah ra. berkata, "Rasulullah biasa menambal pakaiannya sendiri, memperbaiki sepatunya sendiri, dan melakukan pekerjaan apa pun yang dapat ia lakukan di rumahnya" (Sunan Ibnu Majah).

Hadis ini menekankan pentingnya kedua pasangan berbagi tugas dan tanggung jawab rumah tangga. Ini adalah pengingat bahwa pernikahan yang sehat dan sukses dibangun di atas rasa saling menghormati, kerja sama, serta dukungan.

Islam sangat menitikberatkan pentingnya tanggung jawab keluarga dan rumah tangga. Baik suami maupun istri memiliki peran untuk memastikan keharmonisan rumah tangga. Dalam Al-Quran, Allah berfirman,

"Dan mereka (wanita) mempunyai hak yang seimbang dengan hak-hak (pria) dalam hal kebaikan, dan para pria mempunyai beberapa tingkatan dalam hal kepemimpinan." (Surat Al-Baqarah, Ayat 228).

Ayat ini memperjelas bahwa pria dan wanita memiliki hak dan tanggung jawab terhadap satu sama lain, dan keduanya sama pentingnya. Penekanan pada rasa saling mencintai, menghormati, dan menyayangi dalam pernikahan menyoroti pentingnya memperlakukan pasangan sebagai partner dan bukan sebagai pelayan. Dalam Islam, suami dan istri adalah partner sejajar dalam pernikahan dan harus bekerja sama untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan penuh kasih.

Islam mengajarkan bahwa kedua pasangan harus bekerja sama dalam mengelola rumah tangga, dan masing-masing harus berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan kekuatan mereka. Misalnya, jika suami lebih pandai memasak atau bersih-bersih, ia harus mengambil tanggung jawab tersebut. Demikian pula, jika istri lebih baik dalam mengelola keuangan atau memperbaiki barang-barang di sekitar rumah, dia harus mengambil tanggung jawab tersebut.

Penting untuk dicatat bahwa Islam tidak menetapkan peran atau tugas gender tertentu dalam rumah tangga. Sebaliknya, Islam mendorong kedua pasangan untuk bekerja sama dan saling mendukung dalam memenuhi tanggung jawab mereka terhadap keluarga.

Selain itu, peran suami dalam menyediakan kebutuhan finansial bagi keluarga tidak boleh dilihat sebagai sarana untuk membebaskannya dari tanggung jawab lainnya. Nabi Muhammad (saw) bekerja bersama istri-istrinya dan membantu pekerjaan rumah tangga, menunjukkan pentingnya pendekatan langsung terhadap tanggung jawab rumah tangga.

Oleh karena itu, penting bagi kedua pasangan untuk berbagi tugas dan tanggung jawab rumah tangga. Tidaklah adil atau masuk akal untuk mengharapkan istri menanggung beban semua tugas rumah tangga sementara suami tidak terlibat.

Sebagai kesimpulan, jelaslah bahwa Islam tidak mengatur pembagian kerja berdasarkan gender tertentu dalam rumah tangga. Baik suami maupun istri memiliki tanggung jawab terhadap satu sama lain dan keluarga mereka, dan harus bekerja sama untuk mengelola rumah tangga. Meskipun peran suami dalam menyediakan kebutuhan finansial keluarga adalah penting, namun hal ini tidak boleh dilihat sebagai cara untuk membebaskannya dari tanggung jawab lainnya. Kedua pasangan harus berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan kekuatan mereka, dan bekerja untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan suportif bagi keluarga mereka.

Penting untuk diingat bahwa kunci dari pernikahan yang sukses adalah saling mencintai, menghormati, dan mendukung. Ketika kedua pasangan bekerja sama untuk memenuhi tanggung jawab mereka terhadap satu sama lain dan keluarga mereka, mereka menciptakan ikatan yang kuat dan langgeng yang didasarkan pada saling pengertian dan kerja sama. Islam mendorong pria dan wanita untuk menjadi partisipan aktif dalam rumah tangga mereka, dan bekerja untuk membangun unit keluarga yang kuat dan penuh kasih.

Penulis: SITI ROSALINA

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.