Tidak dapat disangkal bahwa kemiskinan merupakan pemicu utama ketidakstabilan sosial dalam masyarakat. Selain menyebabkan dampak negatif seperti peningkatan kasus depresi dan upaya bunuh diri, juga terjadi peningkatan signifikan dalam tingkat kejahatan, termasuk pencurian, pencopetan, perampokan, dan penodongan. Selain itu, efek psikologis kemiskinan juga menjadi perhatian, seperti peningkatan tingkat kemarahan dan sensitivitas yang sering berujung pada konflik kekerasan dengan korban yang tidak sedikit.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada bulan September 2020, persentase populasi yang berada dalam kondisi kemiskinan mencapai 10,9 persen, mengalami kenaikan sebesar 0,41 persen jika dibandingkan dengan bulan Maret 2020. Lebih lanjut, jika dibandingkan dengan angka pada bulan September 2019, terdapat peningkatan sebesar 0,97 persen (Badan Pusat Statistik, 2021)
Tidak hanya berdampak pada situasi ekonomi negara, kemiskinan juga berimplikasi secara langsung pada masyarakat. Selain kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok, kemiskinan seringkali terkait dengan permasalahan kesehatan mental. Dilansir oleh The Recovery Village, individu yang menghadapi kemiskinan memiliki risiko dua kali lebih tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan dengan mereka yang tidak menghadapi kesulitan ekonomi. Faktor ini timbul karena kemiskinan dapat memberikan beban tambahan terhadap kesehatan fisik dan mental (The Recovery Village, 2023).
Merawat kesehatan mental memiliki tingkat penting yang setara dengan menjaga kesehatan fisik. Ketika kesehatan mental kita dalam kondisi baik, tubuh kita juga akan berfungsi secara optimal. Selain itu, kondisi kesehatan mental yang optimal dapat menghasilkan peningkatan dalam kualitas hidup seseorang (Makarim, 2022). Kemiskinan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental seseorang. Dampak ini bisa bersifat kompleks dan saling terkait dengan faktor-faktor lainnya. Berikut beberapa dampak kemiskinan terhadap kesehatan mental:
- Stres Finansial
Orang yang hidup dalam kemiskinan sering menghadapi stres finansial yang berkepanjangan. Stres ini dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan gangguan tidur. Mereka mungkin terus-menerus khawatir tentang cara memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makanan, tempat tinggal, atau perawatan medis.
- Keterbatasan Akses Terhadap Layanan Kesehatan Mental
Orang miskin mungkin memiliki akses terbatas atau bahkan tidak memiliki akses sama sekali ke layanan kesehatan mental. Ini dapat menghambat mereka untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan perawatan yang diperlukan.
- Kekurangan Nutrisi
Kemiskinan seringkali berarti akses terbatas terhadap makanan bergizi. Kekurangan gizi dapat memengaruhi fungsi otak dan dapat berkontribusi pada gangguan kejiwaan seperti depresi.
- Perasaan Rendah Diri dan Stigma Sosial
Orang yang hidup dalam kemiskinan seringkali merasa rendah diri dan mengalami stigma sosial. Hal ini dapat merusak kesehatan mental mereka dan menyebabkan isolasi sosial.
- Pendidikan yang Terbatas
Kemiskinan dapat menghambat akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Ini dapat memengaruhi peluang pekerjaan di masa depan dan juga dapat memicu perasaan putus asa.
- Kriminalitas dan Lingkungan yang Tidak Aman
Orang yang tinggal dalam daerah yang miskin seringkali lebih rentan terhadap kejahatan dan lingkungan yang tidak aman. Ini dapat memicu stres dan kecemasan.
Dalam banyak kasus, dampak kemiskinan terhadap kesehatan mental adalah siklus yang sulit diputus. Kemiskinan dapat menyebabkan atau memperburuk masalah kesehatan mental, dan sebaliknya, masalah kesehatan mental dapat memperburuk kemiskinan dengan mengganggu kemampuan seseorang untuk bekerja atau berpartisipasi dalam masyarakat.
Dalam menghadapi sejumlah kekurangan tersebut, langkah-langkah untuk mengatasi kemiskinan harus dilaksanakan secara menyeluruh, komprehensif, dalam, transparan, melibatkan partisipasi aktif, dan dapat dipertanggungjawabkan, dengan fokus pada berbagai akar penyebab kemiskinan yang kompleks. Pemerintah, sebagai lembaga utama yang memiliki tanggung jawab paling besar, harus memiliki kapasitas untuk mengangkat masyarakat miskin menuju taraf hidup yang lebih baik, yaitu menuju kesejahteraan dan kemakmuran (Aziz, 2009).
Dengan program yang komprehensif untuk mengurangi dan menghilangkan kemiskinan, serta dengan tingkat kemauan politik yang tinggi dan tindakan politik yang konkret, bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan dari berbagai sektor dalam masyarakat (tindakan kolektif), maka kita memiliki harapan untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari kemiskinan, sambil memastikan bahwa pemerintah bersifat inklusif dan mendukung masyarakat miskin (governance pro-masyarakat miskin), yang pada akhirnya dapat menjadi kenyataan.
Daftar Pustaka:
Aziz, S. A. (2009). Depresi Masyarakat Akibat Kemiskinan. Detik News. https://news.detik.com/opini/d-1161057/depresi-masyarakat-akibat-kemiskinan
Badan Pusat Statistik. (2021). Persentase Penduduk Miskin September 2020 naik menjadi 10,19 persen.
Makarim, F. R. (2022). Adakah Pengaruh Kemiskinan pada Kesehatan Mental? Halodoc. https://www.halodoc.com/artikel/adakah-pengaruh-kemiskinan-pada-kesehatan-mental
The Recovery Village. (2023). Mental Illness and Poverty: A Depressing Reality. https://www.therecoveryvillage.com/mental-health/mental-illness-and-poverty/
Penulis : Haulia Nurul Islamia
Mahasiswa hukum ekonomi syariah STEI SEBI