Aplikasi Kaidah Fiqhiyyah Tentang Penerapan  “Adanya Kesulitan  Akan Memunculkan Adanya Kemudahan” Dalam Konteks Bermuamalah.

1 min read

Pendahuluan

Kaidah fikih yang menyatakan “adanya kesulitan akan memunculkan adanya kemudahan” adalah satu prinsip penting dalam pemahaman hukum islam. Kaidah ini mengakui bahwa dalam situasi tertentu, ketika seseorang menghadapi kesulitan atau kesukaran dalam menjalankan suatu perintah agama, maka akan ada kemudahan atau kelonggaran yang diberikan oleh syariat islam. Kaidah ini juga diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam ibadah, muamalah (transaksi), dan lain lain. Prinsip adanya kesulitan akan memunculkan adanya kemudahan memberikan fleksibilitas dalam menjalankan ajaran agama islam.

Definisi Kaidah

Kaidah fikih “adanya kesulitan akan memunculkan adanya kemudahan” merupakan prinsip penting dalam hukum islam. Prinsip ini menekankan bahwa dalam situasi kesulitan, kemudahan akan diberikan. Hal ini didasarkan pada ayat al quran dan hadist nabi Muhammad yang menunjukan bahwa Allah menghendaki kemudahan bagi umat-Nya dan tidak menghendaki kesukaran. Prinsip ini juga menjadi dasar bagi seluruh kemudahan dan keringanan dalam hukum islam.

Dengan adanya kaidah ini memberikan pemahaman bahwa dalam islam, Allah sangat menyayangi umat-Nya sehingga tidak mengehendaki umatnya mengalami kesukaran dalam hidup. Dan juga menguatkan keimanan umat islam dalam mengatasi kesulitan dengan penuh keyakinan bahwa Allah telah memberikan kemudahan dalam hidup.

Kaidah ini juga dapat diterapkan dalam masalah jual beli atau bermuamlah. Misalnya, jika seorang menghadapi kesulitan dalam melakukan transaksi jual beli secara tunai, maka kaidah ini memungkinkan untuk menggunakan metode pembayaran yang lain, seperti pembayaran menggunakan uang elektronik atau secara kredit atau menggunakan metode pembayaran yang lain.. Hal ini karna adanya kesulitan dalam transaksi tunai sehingga kemudahan yang di berikan dengan memperbolehkan metode pembayaran alternatif. Karna dalam bermuamalah segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkan.

Penerapan Kaidah Fatwa DSN MUI

  • Fatwa no. 34/DSN-MUI/IX/2002

Dalam Fatwa ini Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Menetapkan tentang L/C IMPOR SYARIAH dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad: Wakalah bil Ujrah, Qardh, Murabahah, Salam/Istishna’, Mudharabah, Musyarakah, dan Hawalah.

  • Fatwa no. 35/DSN-MUI/XI/2002

Dalam Fatwa ini Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Menetapkan tentang L/C EKSPOR SYARIAH dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad: Wakalah bil Ujrah, Qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Al-Bai’.

  • Fatwa no. 31/DSN-MUI/2002

Dalam Fatwa ini Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menetapkan Fatwa tentang Pengalihan Utang adalah pemindahan utang nasabah dari bank/Lembaga konvensional ke bank/lembaga keuangan syariah.

  • Fatwa no. 74/DSN-MUI/I/2009

Dalam Fatwa ini Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menetapkan Fatwa tentang Peminjam Syariah membolehkan Peminjaman syariah dengan ketentuan dengan akad kafalah bil ujrah.

  • Fatwa no. 116/DSN-MUI/IX/2017

Dalam Fatwa ini Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menetapkan Fatwa tentang Uang Elektronik Syariah boleh digunakan sebagai alat pembayaran dengan mengikuti ketentuan syariah.

Penutupan

Tujuan utama ajaran islam adalah untuk kemaslahatan dunia dan akhirat, yang secara garis besar mengatur tiga hal, yaitu hubungan manusia dengan tuhanya, hubangan manusia dengan dirinya sendiri dan hubungan manusaia dengan manusia atau Masyarakat. Dengan adanya kaidah fikih ini islam memelihara tujuan tersebut.


Nama : Salwa Zulharima

Mahasiswa Akutansi Syariah STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink