Akad Murobahah sebagai Alternatif Pembiayaan dalam Ekonomi Islam

3 min read

Konsep Murabahah dan Wakalah.

Murabahah secara bahasa berasa dari kata ربح yang berarti keuntungan, karena dalam jual beli murabahah harus menjelaskan keuntungannya. Sedangkan menurut istilah murabahah adalah jual beli dengan harga pokok dengan tambahan keuntungan. Salah satu skema fiqh yang paling populer digunakan oleh perbankan syariah adalah skema jual beli murabahah. Transaksi pembiayaan murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah dengan margin yang disepakati.

Dari tiga jenis akad ini telah berkembang macam-macam akad jual beli. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli amanah yang dikenal dalam syari’at Islam, karena penjual disyaratkan melakukan kontrak terlebih dahulu dengan menyatakan harga barang yang akan dibeli.

Dalam pembiayaan murabahah bank menetapkan harga jual barang yaitu harga pokok perolehan barang ditambah sejumlah margin keuntungan bank. Harga jual yang telah disepakati di awal akad tidak boleh berubah selama jangka waktu pembiayaan. Contoh aplikasi di perbankan syariah.

  1. Pembiayaan konsumtif: Pembiayaan Kepemilikan Rumah, Pembiayaan kepemilikan Mobil, Pembiayaan Pembelian Perabot Rumah Tangga.
  2. Pembiayaan Produktif: Pembiayaan Investasi Mesin dan Peralatan, Pembiayaan Investasi Gedung dan Bangunan, Pembiayaan Persediaan Barang Dagangan, dan Pembiayaan Bahan Baku Produksi.

Karena dalam defenisinya disebutkan adanya keuntungan yang di sepakati, karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberi tahu terlebih dahulu pembeli tentang harga pokok pembelian barang dan menyertakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.

  • Landasan hukum murabahah didalam Al-Qur’an:

QS. An-Nisa’ [4]:29:

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku sukarela diantaramu…”

  • Hadist Rasulullah SAW

Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka”. (HR. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

  • Kaidah Usul Al-fiqh

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.

  • Ijma’

Umat manusia telah berkosensus tentang keabsahan jual beli, karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki orang lain. Oleh karena jual beli ini adalah salah satu jalan untuk mendapatkan secara sah, dengan demikian mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya.

Rukun dan Syarat Murabahah

Untuk menentukan sah atau tidaknya akad pembiayaan murabahah, terlebih dahulu harus memenuhi rukun dan syarat tertentu sesuai dengan syari’at Islam. Oleh karena itu pembiayaan murabahah ini menggunakan akad jual beli, maka dalam pembiayaan murabahah ini harus ada rukun dan syarat jual beli sebagai berikut.

Rukun Pembiayaan Murabahah.

  • Ba’i atau penjual, penjual disini adalah orang yang mempunyai barang dagangan atau orang yang menawari suatu barang.
  • Musytari atau pembeli, adalah orang yang melakukan permintaan terhadap suatu barang yang ditawarkan oleh penjual.

Syarat Pembiayaan Murabahah.

  • Pihak yang berakad (penjual dan pembeli).
    1. Cakap hukum.
    2. Suka rela atau ridha, tidak dalam keadaan terpaksa atau dibawah tekanan.
  • Objek yang diperjual belikan.
  1. Tidak termasuk yang diharamkan atau yang dilarang oleh agama.
  2. Bermanfaat.
  3. Penyerahan dari penjual ke pembeli dapat dilakukan.
  4. Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad.
  5. Sesuai spesifikasi yang diterima pembeli dan diserahkan penjual.
  6. Jika berupa barang bergerak maka barang itu harus bisa dikuasai pembeli setelah dokumentasi dan perjanjian akad diselesaikan.

Wakalah.

Wakalah atau wikalah merupakan isim mashdar yang secara etimologi berarti taukil yaitu menyerahkan atau mewakilkan dan menjaga.

a. Dasar Hukum Wakalah.

Wakalah disyariatkan dan hukum nya adalah boleh. Hal ini berdasarkan a-Qur’an, Hadis, ijma’ dan qiyas. Dalil dari al-Qur’an diantaranya bisa diihat dari QS al-Kahfi ayat 19.

“Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah dia melihat mana makanan yang lebih baik lalu hendaklah dia membawa makanan itu untukmu”.

b. Rukun dan Syarat Wakalah.

  1.  Dua orang yang melakukan akad yaitu orang yang mewakilkan dan orang yang menjadi wakil.
  2. Muwakkal fih yaitu sesuatu yang diwakilkan. Boleh mewakilkan urusan yang berhubungan dengan hak sesama manusia, misalnya berupa transaksi, pembatalan transaksi, memerdekakan budak, mencari istri dan merujuk setelah bercerai.

c. Macam-macam Wakalah.

Wakalah terbagi kepada dua macam, yaitu wakalah umum dan wakalah khusus.

  1. Wakalah umum adaah mewakilkan semua urusan seperti perkataan seseorang “aku mewakilkan kepadamu semuanya, baik sedikit maupun banyak”, atau “aku serahkan urusan kepadamu seluruhnya”, demikian ini menurut Syafiiyah, Maikiyah dan Hanabilah tidak dibolehkan karena mengandung gharar.
  2. Wakalah khusus adalah mewakilkan tentang sesuatu dan masaah tertentu seperti “aku mewakilkan kepadamu untuk menjual atau membeli sesuatu”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wakalah adalah akad yang dibolehkan selama sesuai dengan syariah. Dan seorang wakil hanya boleh bertindak atas nama orang yang mewakilkan serta terbatas hanya untuk urusan yang diwakilkannya.

Impementasi Murabahah di Perbankan Syariah.

Secara sederhana murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tertentu ditambah keuntungan yang disepakati, misalnya seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu.

Dalam implementasinya, nasabah yang mengajukan pembiayan untuk pembelian barang konsumtif diberikan surat kuasa berupa wakalah atau pendelegasian wewenang untuk membeli sendiri barang kebutuhannya kepada suplier, kemudian bank memberikan pembiayaan dengan mentransfer ke rekening nasabah. Setelah membeli barang, kemudian nasabah menyerahkan kwitansi sebagai bukti pembelian kepada bank dan sebagai bukti bahwa nasabah benar-benar telah membeli barang sesuai akad, setelah itu bank menjual lagi kepada nasabah dengan margin tertentu. Salah satu keunggulan perbankan syariah terletak pada sistem bagi hasilnya, sehingga tidak salah masyarakat menyebut bank syariah dengan bank bagi hasil, akan tetapi pada kenyataannya pembiayaan di perbankan syariah tidak didominasi oleh pembiayaan mudharabah dengan konsep bagi hasilnya, akan tetapi lebih didominasi oleh pembiayaan murabahah.

Untuk menjamin agar terlaksananya pembiayaan murabahah agar sesuai konsep syariah, maka diperlukan pengawasan ketat dari Dewan Pengawas Syariah atau Dewan Syariah Nasional, sehingga pembiaayan murabahah sebagai pembiayaan primadona di perbankan syariah bisa dikawal dan tidak mencoreng citra dan wibawa perbankan syariah sehingga tidak ada lagi kesan bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional.


Penulis: Fakhrul Islam

Mahasiswa STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink