Perkembangan Thrifting di Indonesia

2 min read

Imam Abda Alif ( Mahasiswa STEI SEBI )

Thrifting atau membeli pakaian bekas impor telah menjadi fenomena baru di Indonesia dan semakin digemari oleh masyarakat. Awalnya, thrifting mulai digandrungi untuk menghemat pengeluaran dalam membeli pakaian. Tidak jarang orang menemukan pakaian bekas dengan merek ternama dan masih sangat layak pakai, namun dengan harga yang cukup miring. Karena itu, tidak sedikit pula yang melihat peluang bisnis dari aktivitas thrifting ini.

Meskipun banyak diminati masyarakat dan dianggap baik bagi lingkungan, bisnis thrift shop di Indonesia ternyata tidak sepenuhnya legal. Bisnis yang banyak diminati oleh reseller ini ternyata melanggar sejumlah peraturan, di antaranya adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas karena dianggap berpotensi membahayakan kesehatan. Namun, keberadaan thrift shop diyakini sebagai solusi untuk mengatasi limbah pakaian serta mempromosikan sustainable living yang membawa dampak positif.

Tren thrifting semakin berkembang dan semakin populer di kalangan muda-mudi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya banyaknya festival dan pameran thrifting yang sudah diadakan di berbagai daerah dan kota di seluruh Indonesia. Popularitas thrifting di Indonesia juga semakin berkembang karena ada sejumlah manfaat yang bisa dirasakan oleh penggemar thrifting.

 Dampak Positif dan Negatif Thrifting

Thrift shop atau belanja barang bekas kini semakin banyak diminati, terutama oleh kalangan muda. Selain kualitas barang, konsumen tertarik berbelanja baju bekas karena harga yang murah. Membeli di thrift shop adalah alternatif konsumsi pakaian yang lebih murah serta menunjang sustainable living. Riset terbaru dari YouGov Omnibus tahun 2017 mengungkapkan bahwa dua pertiga orang dewasa (66%) di Indonesia membuang pakaian dalam satu tahun terakhir dan seperempat (25%) telah membuang lebih dari sepuluh item pakaian dalam satu tahun terakhir. Artinya, sudah terlalu banyak limbah produk fashion yang ada di dunia sehingga dapat mencemari lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, banyak aktivis lingkungan mengajak masyarakat untuk belanja pakaian bekas melalui thrift shop.

Namun, bisnis thrift shop juga memiliki dampak negatif. Bisnis ini melanggar sejumlah peraturan, di antaranya adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas karena dianggap berpotensi membahayakan kesehatan. Selain itu, para pelaku bisnis thrift shop juga harus mulai sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara Indonesia. Bersikap bijaksana dalam memilih produk serta tidak mematok harga terlampau tinggi.

Sejarah Thrifting

Sejarah panjang budaya thrifting dimulai sejak abad ke-18 sampai awal abad ke-19, di mana revolusi industri membuat pakaian menjadi lebih terjangkau dan mudah didapatkan. Pada saat itu, pakaian bekas dianggap sebagai barang yang tidak bergengsi dan hanya digunakan oleh orang miskin. Dalam 25 tahun sejak penjualan barang bekas secara online terjadi, thrifting pun semakin populer dan semakin menyebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Pergeseran Makna Thrifting

Awalnya, thrifting digunakan untuk menghemat pengeluaran dalam membeli pakaian. Namun, kini thrifting dilihat sekadar sebagai aktivitas berburu barang bekas. Padahal, sesungguhnya thrifting memiliki misi tertentu. Thrifting, sejatinya adalah gerakan mengumpulkan barang bekas yang kemudian dijual. Hasil penjualan digunakan untuk amal, donasi, atau kegiatan sosial lain. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran makna dalam konsep thrifting.

Kesimpulan

Thrifting atau membeli pakaian bekas impor telah menjadi fenomena baru di Indonesia dan semakin digemari oleh masyarakat. Meskipun bisnis thrift shop melanggar sejumlah peraturan, keberadaannya diyakini sebagai solusi untuk mengatasi limbah pakaian serta mempromosikan sustainable living yang membawa dampak positif. Namun, bisnis thrift shop juga memiliki dampak negatif dan para pelaku bisnis thrift shop harus mulai sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara Indonesia. Sejarah panjang budaya thrifting dimulai sejak abad ke-18 sampai awal abad ke-19, dan kini thrifting semakin populer dan semakin menyebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pergeseran makna dalam konsep thrifting menunjukkan adanya perubahan dalam pandangan masyarakat terhadap thrifting.

Zakat sebagai Sistem Keberlanjutan dalam Ekonomi…

Zakat, sebagai salah satu pilar Islam, memiliki potensi besar dalam menciptakan sistem ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Secara historis, zakat bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan...
Aurelia
1 min read

Akuntansi Syariah: Prinsip, Penerapan, dan Tantangannya

Oleh Razanah Taufik (Mahasiswi STEISEBI) Akuntansi syariah adalah sistem akuntansi yang dirancang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip ini meliputi pelarangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian),...
Endah Nawal
2 min read

Pilihan antara Karier dan Keluarga: Perspektif…

Bagi banyak Muslimah, memilih antara karier dan keluarga bisa menjadi keputusan yang rumit dan penuh pertimbangan. Di satu sisi, ada keinginan untuk mencapai kesuksesan...
Aulia
1 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.