Karakteristik Ekonomi Islam

2 min read

Muhamad Lutfi Fuadi mahasiswa stei sebi

Karakteristik ekonomi Islam tidak terlepas dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Ciri-ciri ekonomi Islam juga sangat jelas. Karena karakter ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw.

Nilai dan karakteristik ekonomi Islam

  Dr. Yusuf Qardhawi (2001) ketika kita berbicara tentang nilai dan akhlak dalam ekonomi Islam dan muamalah, terlihat jelas empat nilai utama yaitu:

 1. Ekonomi Rabbaniyah (Ilahiyah).

 2. Ekonomi moral

 3. Ekonomi manusia

 4. Ekonomi sentral

 Nilai-nilai tersebut menggambarkan karakteristik utama (keunikan)  ekonomi Islam. 

 1. Ekonomi Rabbaniyah (Ilahi).

 Ekonomi Tuhan karena titik tolaknya dari Tuhan, tujuannya adalah untuk mencari ridha Tuhan, dan metodenya tidak bertentangan dengan hukum Syariah. Kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi, maupun distribusi, terkait dengan prinsip dan  tujuan ilahi. Seorang muslim merasa bahwa ketika dia menanam, bekerja atau berdagang, dia menyembah Allah SWT melalui amalnya. Dan juga ketika dia makan dan makan makanan terbaik, dia merasa bahwa dia sedang memenuhi perintah Allah. Dalam Al-Qur’an, Surat Al-Mulk ayat 15, Allah berfirman yang artinya:

“ Dialah yang telah menjadikan bumi  mudah bagimu, maka pergilah ke segala arah dan makanlah rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya kamu akan datang (untuk kembali) kebangkitan” .

 Ekonomi, menurut pemahaman Islam, bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi  sarana yang diperlukan dan umum bagi orang untuk hidup dan bekerja untuk tujuan yang tinggi.  Ekonomi sebagai penopang dan penopang aqidah dan risalah. Dalam ekonomi Islam, sebagai kontrol internal dan hati nurani, yang tumbuh dari iman di  hati seorang Muslim dan menjadikan dirinya sebagai pengontrol. Seorang Muslim yang takut dan menghormati Tuhan meninggalkan semua tindakan yang dipertanyakan untuk mereka yang tidak terbantahkan. Dalam ilmu ekonomi Islam, nilai yang menentukan apa yang sebenarnya menjadi milik manusia merupakan “perwakilan” dalam kekayaan Tuhan. Orang-orang adalah perwakilan dan wali dari properti yang mereka miliki. 

 2. Ekonomi akhlak ( moralitas )

 Tidak pernah ada pemisahan yang lengkap antara ekonomi dan akhlak (antara sains dan moralitas, politik dan moralitas, serta perang dan moralitas) dalam sistem Islam. Akhlak (Moralitas) adalah daging dan jantung kehidupan Muslim. Padahal, setiap muslim terikat oleh iman dan akhlak dalam setiap kegiatan ekonomi. Baik dalam bisnis, pengembangan real estate maupun konsumsi. Islam juga melarang penggunaan alkohol dan minuman beralkohol lainnya. Begitu juga dengan perjudian dan peternakan babi. Jual beli berhala dan patung.

 3. Ekonomi manusia

 Orang-orang dalam sistem ekonomi Islam adalah objek dan sumber daya. Maksud dan tujuan utama Islam adalah mewujudkan “kehidupan yang baik” bagi umat dengan segala unsur dan rukunnya. Ekonomi Islam juga berusaha untuk memungkinkan orang untuk memenuhi kebutuhan  yang ditentukan dalam hidup. Manusia harus hidup sesuai dengan Rabbani sekaligus cara hidup manusia untuk memenuhi kewajiban mereka kepada Tuhan, diri mereka sendiri, keluarga mereka dan orang-orang pada umumnya. Nilai-nilai kemanusiaan  seperti keluhuran budi, keadilan, persaudaraan, gotong royong dan  tolong menolong. Melawan permusuhan, kecemburuan dan kebencian timbal balik. Cintai semua orang, terutama yang lemah. Oleh karena itu, Islam mengakui kepemilikan pribadi yang sah. Menurut Islam, kehidupan yang baik terdiri dari dua bagian: material dan spiritual

 4. Ekonomi sentral

 Itu tercermin dalam keseimbangan yang adil  antara individu dan masyarakat, diperkuat oleh konsep “tingkat” lainnya (dunia dan masa depan, tubuh dan pikiran, pikiran dan jiwa, idealisme dan fakta, “polisi kepercayaan” dan “polisi kekuasaan”, dll.). Antara individualisme dan kolektivisme, antara kapitalisme dan sosialisme. Menengah dalam menggabungkan kepentingan duniawi dan Ukhraw. Juga, individu seimbang antara fisik dan mental, akal dan hati, ideal dan realitas. Nilai rata-rata dan neraca terpenting  berkaitan dengan: (1) aset dan (2) kepemilikan.

 Dan konsep kesejahteraan, Islam tidak mengikuti mereka yang menolak dunia secara keseluruhan (dunia dianggap jahat), seperti filsafat Barahima, Budha, Manawiah di Persia dan pastoralisme Kristen. Islam juga menolak kelompok yang membuat dunia “menyembah” dirinya sendiri, seperti  materialis dan  dahriyyah.  Kepemilikan perseorangan diperbolehkan, tetapi  ditetapkan pula bahwa kepemilikan bersama atas benda-benda adalah wajib bagi semua orang. “Umat Islam dipersatukan oleh tiga hal: rumput, air dan api” (HR. Abu Daud). Dalam hadits  lain juga dicantumkan: garam. Ulama’ bergantung pada segala jenis barang tambang (syarat: kebutuhan rakyat dan mudah didapat).

Zakat sebagai Sistem Keberlanjutan dalam Ekonomi…

Zakat, sebagai salah satu pilar Islam, memiliki potensi besar dalam menciptakan sistem ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Secara historis, zakat bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan...
Aurelia
1 min read

Akuntansi Syariah: Prinsip, Penerapan, dan Tantangannya

Oleh Razanah Taufik (Mahasiswi STEISEBI) Akuntansi syariah adalah sistem akuntansi yang dirancang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip ini meliputi pelarangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian),...
Endah Nawal
2 min read

Pilihan antara Karier dan Keluarga: Perspektif…

Bagi banyak Muslimah, memilih antara karier dan keluarga bisa menjadi keputusan yang rumit dan penuh pertimbangan. Di satu sisi, ada keinginan untuk mencapai kesuksesan...
Aulia
1 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.