Penggunaan Dana Non Halal untuk Pemberdayaan Masyarakat

1 min read

Dalam literatur fatwa (an-nawazi), djelaskan perbedaan pendapat para ulama tentang pihak penerima dana non halal.

Pertama: mayoritas ulama berpendapat bahwa dana non halal hanya boleh di salurkan untuk fasilitas umum (al-mashalih al-ammah), seperti pembangunan jalan, dan lain-lain.

Kedua: sedangkan sebagian ulama lain, seperti syaikh al-Qardhawi dan Prof.Qurrah Dagi bependapat, bahwa dana nonhalal boleh disalurkan untuk kebutuhan sosial, baik fasilitas umum ataupun selain fasilitas umum, seperti kebutuhsn konsumtif dan program-program pemberdayaan masyarakat.

 Menurut penulis, sumber perbedaan pendapat di atas adalah pandangan mereka tentang kepemilikan dana yang disedakahkan tersebut.

Bagi yang membatasi penyaluran dana non halal hanya untuk fasilitas umum itu berdasarkan pandangan bahan dana haram itu statusnya haram bagi pemilik dan penerimanya.

Jika dana itu haram bagi penerimanya, maka penerimanya tidak boleh menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadinya, tetapi harus disalurkan untuk pembangunan fasilitas umum.

Bagi ulama yang membolehkan penyalurannya untuk seluruh kebutyhan sosial, itu berdasarkan pandangan bahwa dana haramitu haram bagi pemiliknya, tetapi halal bagi peneriman

Jika dana itu halal bagi penerimanya, maka penerimanya bisa menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadinya, termasuk kebutuhan konsumtif dan program perbedayaan masyarakat.

 Pendapat kedua ini memiliki landasan hukum yang kuat, baik dari aspek nash dan maqashidnya, yaitu di antaranya:

  1. Hadis Rasulllah Saw:

“sesuai dengan ucapan Rasulullah Saw. Kepada Shahabiyyah Barirah ketika menyerahkan kepada Rasulullah Saw. Maka Aisyah ra. Berkata: sesungguhnya daging itu termasuk sedekah, dan Rasullah tidak mengambil sedekah. Kemudian rasullah Saw. Menjawab: ‘sesungguhnya barang ini sedekah baginya, dan hadiah bagi kita”.

Hadis di atas memberikan dilalah (makna) bahwa dana non halal itu bisa disalurkan dan dikonsumsi untuk dan oleh pihak penerima dan dikonsumsi untuk  dan oleh pihak penerima sedekah fakir, miskin dan lain-lain.

  • Atsar

“Al-Hasan ra. Pernah ditanya tentang taubat al-ghal (orang yang mengambil harta ganimah sebelum dibagikan atau sebelum pasukan berpencar). Al-Hasan menjawab: ia harus brsedekah dengan harta tersebut.”

  • Aspek Maslahat:
  • Dana non halal bukan milik hak tertentu, tetapi menjadi milik umum. Selama bukan milik seseorang atau pihak tertentu, maka dana tersebut bisa di salurkan untuk fakir miskin dn pihak yang membutuhkan.
  • Dana non halal itu haram bagi pemiliknya (pelaku usaha haram tersebut), tetapi ketika sudah terjadi perpindahan kepemikilikan, status dana tersebut halal bagi penerimanya, baik entitas pribadi seperti yayasan sosial dan pendidikan.

Al-Qardhawi menjelaskan:

“menurut saya dana non halal itu kotor (khabits) dan haram bagi pihak yang mendapatkannya, tetapi halal bagi (penerimanya, seperti) orang-orang fakir dan kebutuhan sosial. Karena dana tersebut bukan haram karena fisik dana tersebut, tetapi karena pihak dan faktor tertentu”.

Program pemberdayaan masayarakat adalah penyaluran dana untuk tujuan jangka panjang sehingga manfaat yang diterima lebih besar dan jangka panjang (fiqh ma’alat dan fiqh aulawiyyat).

Sumber: Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam (Dr.Oni Sahroni, M.A dan Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.