Filantropi Islam Sebagai Bentuk Pemberdayaan Ekonomi Umat

2 min read

Filantropi Islam Sebagai Bentuk Pemberdayaan Ekonomi Umat

Filantropi Islam Sebagai Bentuk Pemberdayaan Ekonomi Umat – Di tengah gencarnya pembangunan nasional dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, kita masih sering menjumpai ketimpangan di masyarakat. Diantaranya masih tingginya angka kemiskinan, kesehatan dan lingkungan yang buruk, birokrasi yang korupsi, layanan publik yang tidak memadai serta rendahnya taraf hidup masyarakat. Kehidupan sosial belum sungguh – sungguh mencerminkan kesejahteraan sebagaimana yang diamanatkan konstitusi dan ajaran agama. Padahal potensi dana filantropi sangat besar untuk mengatasi problematika tersebut.

Filantropi Islam Sebagai Bentuk Pemberdayaan Ekonomi Umat

Ajaran Islam juga sering menyinggung tentang anjuran berfilantropi, agar tidak terjadi kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin. Demikian juga, kedermawanan umat Islam menyimpan potensi yang sangat besar dalam pengembangan filantropi Islam. Fenomena inilah yang menjadikan kajian tentang filantropi Islam yang dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi umat menjadi penting. Adapun istilah filantropi yang dikaitkan dengan Islam menunjukkan adanya praktik filantropi dalam tradisi Islam melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf atau sering disebut dengan ZISWAF.

Istilah filantropi juga dimaknai sebagai konseptualisasi dari praktik pemberian sumbangan sukarela (voluntary giving), penyediaan layanan sukarela (voluntary services) dan asosiasi sukarela (voluntary association) secara suka rela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi rasa cinta. Sistem filantropi Islam ini kemudian dirumuskan oleh para fuqaha dengan banyak bersandar pada al-Qur’an dan hadits Nabi mengenai ketentuan terperinci, seperti jenis-jenis harta, kadar minimal, jumlah, serta aturan yang lainnya.

Filantropi dalam Islam seyogyanya dijadikan sebagai kebutuhan dan life style (gaya hidup) seorang Muslim. Kekuatan dan kelemahan keimanan dan keislaman seseorang antara lain ditentukan oleh sikap kedermawanan dan kepedulian sosialnya. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang strategis dan berlanjut untuk menguatkan sikap ini, antara lain melalui upaya:

Pertama, terus menerus dilakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang urgensi sikap filantropi dalam meraih kebahagiaan hidup dunia akhirat. Sarana filantropi dalam Islam, seperti kesadaran berzakat, berinfaq, bershadaqah, dan berwakaf memerlukan penguatan dan penaatan dalam pengelolaannya agar mencapai hasil yang diharapkan, yaitu berdampak terhadap kehidupan masyarakat luas.

Kedua, menguatkan peran dan manfaat badan atau lembaga yang bergerak di bidang filantropi, seperti Baznas, LAZ, dan yang lainnya agar semakin dipercaya oleh masyarakat dan mudah dijangkau oleh kalangan dhuafa. Ketika lembaga-lembaga tersebut (Baznas dan LAZ) dikelola dengan standar profesionalitas yang tinggi bukan berarti berubah menjadi “lembaga elite” yang serba birokratis dan memiliki jarak dengan kaum mustad’afin. Kualitas SDM, sistem IT yang canggih adalah justru untuk memudahkan pelayanan, baik bagi masyarakat pemberi maupun masyarakat penerima dana ZISWAF.

Ketiga, memperluas pemanfaatan dana filantropi di samping untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan sesaat, juga hal-hal yang bersifat jangka panjang dalam rangka memotong mata rantai kemiskinan, seperti biaya untuk pendidikan, kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan tempat tinggal yang layak, dan lain-lain.

Keempat, kerjasama dengan berbagai pihak agar gerakan filantropi ini menjadi gerakan bersama yang bersifat masif. Dalam Alquran ditegaskan. ”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 71).

Pemerintah terus mendorong dan memfasilitasi tumbuh-berkembangnya lembaga filantropi, termasuk lembaga keuangan syariah dalam skala kecil, mikro dan menengah dengan merangkul dan mensinergikan semua komponen dan organisasi umat dalam semangat amal jama’i.

Pranata sosial dan infrastruktur perekonomian umat, seperti perbankan syariah, lembaga keuangan mikro syariah (Baitulmal Wat Tamwil, Baitul Qiradh, Koperasi Syariah) serta lembaga pengelola zakat dan wakaf, yakni Badan Amil Zakat Nasional, lembaga-lembaba amil zakat yang dibentuk atas swadaya masyarakat, Badan Wakaf Indonesia dan lainnya harus menjadi simpul kekuatan ekonomi umat yang efektif.

Untuk itu yang diperlukan antara lain adalah konsistensi penerapan regulasi, peningkatan kapasitas organisasi, serta akuntabilitas lembaga filantropi sebagai pengelola amanah dan dana masyarakat. Undang-Undang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Wakaf beserta peraturan pelaksananya di Indonesia telah memberikan fondasi yang kuat untuk pengembangan ZISWAF.

Ditulis Oleh: Hesti Ismawarsih (Mahasiswi STEI SEBI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.