Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut Nurcholis Madjid (pembangunan merupakan pemenuhan fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi yang bermula dari kata ‘imârah (atau ta’mîr akan dipertanggungjawabkannya nanti, (sebagaimana isyarat dalam Q.S. Hud 61 ”Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan meminta kamu untuk memakmurkannya” dihubungkan dengan penciptaan manusia sebagai khalifah di bumi, Q.S. al-Baqarah: 30 ”Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku menjadikan khalifah di muka bumi…” yakni manusia yang ditugaskan untuk melakukan pembangunan, sehingga tercipta kemakmuran di hadapan Allah. Penjabaran pemenuhan fungsi kekhalifahan ini sangat penting artinya, agar manusia mengerti benar caranya berperan. Penjabaran ini memerlukan reinterpretasi terhadap berbagai konsep pembangunan. Dawam Rahardjo (1983) pembangunan merupakan pemenuhan fungsi kekhalifahan, dengan merealisasikan sibghah Allah dalam mewujudkan ummatan wasathan.
Sedangkan istilah pembangunan ekonomi (economic development) biasanya Kalimat ista’mara (yang berasal dikaitkan dengan perkembangan ekonomi) di kata ”amara‟ bermakna: permintaan negara-negara berkembang. Sebagian ahli atau perintah dari Allah yang bersifat mutlak agar bangsa manusia menciptakan kemakmuran di muka bumi melalui usaha pembangunan. Sebagaimana dijelaskan Al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya, bahwa ayat tersebut mengandung arti “perintah‟ bersifat mutlak dan hukumnya adalah wajib agar manusia memakmurkan kehidupan dengan melakukan pembangunan. Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Ekonomi mengartikan istilah ini sebagai berikut, ”economic development is growth plus change” (Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi).
Dengan kata lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ekonom bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha perombakan sektor pertanian yang tradisional, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Dalam kajian ekonomi, kedua istilah di atas terkadang digunakan dalam konteks yang hamper sama. Banyak orang mencampuradukkan penggunaan kedua istilah tersebut. Pencampur adukan istilah ini walaupun tidak dapat dibenarkan, pada dasarnya tidak terlalu mempengaruhi kajian ekonomi, karena inti pembahasan pada akhirnya akan berhubungan erat dengan perkembangan perekonomian suatu negara.
Berdasarkan pengertian ini, maka pertumbuhan ekonomi menurut Islam merupakan hal yang sarat nilai. Suatu peningkatan yang dialami oleh faktor produksi tidak dianggap sebagai pertumbuhan ekonomi jika produksi tersebut misalnya memasukkan barang-barang yang terbukti memberikan efek buruk dan membahayakan manusia. Sedangkan istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam adalah the process of allaviating poverty and provision of ease, comfort and decency in life (Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan). Dalam pengertian ini, maka pembangunan ekonomi menurut Islam bersifat multi dimensi yang mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya bukan semata-mata kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan akhirat. Keduanya menurut Islam menyatu secara integral.
Sejarah Berdirinya Ekonomi Islam
Sebenarnya aksi maupun pemikiran tentang ekonomi berdasarkan islam memiliki sejarah yang amat panjang. Pada sekitar tahun 1911 telah berdiri organisasi Syarikat Dagang Islam (SDI) yang beranggotakan tokoh-tokoh atau intelektual muslim saat itu, serta ekonomi islam ini sesuai dengan pedoman seluruh umat islam di dunia yaitu di dalam Al-Qur’an yang ‘Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah: 282). Perkembangan ekonomi islam yang semakin marak ini merupakan cerminan dan kerinduan umat islam di Indonesia ini khususnya seorang pedagang, berinvestasi, bahkan berbisnis yang secara islami dan diridhoi oleh Allah SWT. Dukungan serta komitmen dari Bank Indonesia dalam keikutsertaanya dalam perkembangan ekonomi islam dalam negeripun merupakan jawaban atas gairah dan kerinduan dan telah menjadi awalan bergeraknya pemikiran dan praktek ekonomi islam di dalam negeri, juga sebagai pembaharuan ekonomi dalam negeri yang masih penuh kerusakan ini, serta awal kebangkitan ekonomi islam di Indonesia maupun di seluruh dunia, misalnya di Indonesia berdiri Bank Muamalat tahun 1992. Pada awal tahun 1997, terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang berdampak besar terhadap goncangan lembaga perbankan yang berakhir likuidasi pada sejumlah bank, Bank Islam atau Bank Syariah malah bertambah semakin pesat. Pada tahun 1998, sistem perbankan islam dan gerakan ekonomi islam di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Perkembangan Ekonomi Islam Di Indonesia
Perkembangan ekonomi di Indonesia sejak kemerdekaan telah terjadi melalui upaya transformasi dari ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Untuk menjaga kedaulatan ekonomi. Pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan besar asing. Namun karena swasta dalam negeri tidak mampu mengambil alih perusahaan besar asing. Pemerintah mengambil alih dengan mendirikan badan usaha milik negara. Oleh karena itu di Indonesia peran negara sebagai peserta merupakan hasil dari upaya negara untuk melaksanakan transformasi ekonomi.
Peran negara dalam pembangunan ekonomi rakyat sebenarnya masih melanjutkan tradisi zaman kolonial. Pada masa penjajahan, tepatnya sejak abad ke-20 umat Islam mulai mengembangkan ekonominya melalui gerakan koperasi. Melihat semangat koperasi, pemerintah menandai koperasi dalam Peraturan Perkoperasian tahun 1915, mengakui dan mengesahkan koperasi dan menerapkannya pada badan usaha swasta lainnya. Namun pada kenyataannya peraturan tersebut80justru menghambat pembangunan sehingga pemerintah membentuk panitia khusus untuk merumuskan peraturan yang sesuai dengan perilaku ekonomi masyarakat pribumi. Hasilnya adalah peraturan tentang asosiasi koperasi pribumi pada tahun 1927. Peraturan ini berisi kesimpulan tentang perbedaan antara orang Eropa dan masyarakat pribumi Hindia Belanda lebih didorong oleh nilai-nilai tradisional yang dikembangkan masyarakat feodal pra-kapitalisme Asia.
Selain itu, di kalangan pemikir kontemporer gagasan mengenai filsafat manusia sebagai asumsi dasar sistem ekonomi Islam mulai banyak dicari. Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam dan perekonomian Islam hanya dapat berlangsung ketika umat Islam berkembang. Atas dasar itu, Telegani menekankan bahwa pembangunan ekonomi harus didaasarkan pada pembentukan manusia Islam melalui pendidikan. Di sini permasalahan dan kendalanya adalah pendidikan Islam masih mengajarkan seluruh pandangan dunia Islam dan tidak memperhatikan semua aspek pendidikan manusia Islam sebagai manusia ekonomi yang diadvokasi oleh para pemikir ekonomi Islam.
Pembangunan ekonomi di Indonesia sejak kemerdekaan telah berlangsung melalui upaya transformasi ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Pemerintah menasionalisasi perusahaan besar. Peran negara dalam pembangunan ekonomi rakyat sebenarnya melanjutkan tradisi zaman kolonial. Pada masa penjajahan, umat Islam mulai mengembangkan ekonominya melalui gerakan koperasi. Namun dalam praktiknya, peraturan tersebut menghambat pembangunan, sehingga pemerintah membentuk panitia khusus untuk membuat peraturan yang sesuai dengan perilaku ekonomi masyarakat adat. Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam dan ekonomi Islam hanya dapat berlangsung ketika umat Islam berkembang.
Penerapan Kembali Ekonomi Syariah di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara Islam terbesar di dunia. Dengan kata lain umat muslim di Indonesia sangat membutuhkan segala sesuatu yang halal, termasuk hukum syariah dalam ekonomi Islam. Ketua DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Agustianto menjelaskan bahwa sejarah pergerakan ekonomi Islam di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1911, yaitu sejak berdirinya organisasi Syarikat Dagang Islam yang dibidangi oleh para entrepreneur dan para tokoh Muslim saat itu. “Artinya ekonomi Islam sudah di jalankan sejak jaman itu,” kata dia.
Melihat perkembangan ekonomi syariah saat ini, dapat dikatakan adalah cerminan dan kerinduan umat Islam Indonesia untuk kembali menghidupkan semangat para entrepreneur muslim masa silam dalam dunia bisnis dan perdagangan, sebagaimana juga menjadi ajaran Nabi Muhammad SAW dan sunah yang diteladankannya kepada umatnya.
“Dalam masa yang panjang peran umat Islam dalam dunia bisnis dan perdagangan di Indonesia cenderung termarginalkan. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentumnya untuk tumbuh kembali, baru beberapa tahun belakangan ini,” kata dia. Ekonomi syariah tumbuh kembali semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, setelah mendapat legitimasi legal formal dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dua tahun setelah BMI berdiri, lahir pula Asuransi Syariah Takaful di tahun 1994. Berbarengan dengan itu, tumbuh pula 78 BPR Syariah. Pada tahun 1996 berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah BMT.
Namun sayangnya, Lembaga Perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah masih sangat langka. Tercatat, IAIN-SU Medan menjadi Perguruan Tinggi pertama di Indonesia yang membuka Program Studi D3 Manajemen Bank Syariah sebagai hasil kerja Forum Kajian Ekonomi dan Bank Islam (FKEBI) yang lahir tahun 1990 sebagai realisasi kerja sama dengan IIUM Malaysia. Agustianto menjelaskan, perkembangan ekonomi syariah dalam bentuk lembaga perbankan dan keuangan syariah memang menunjukkan perkembangannya yang sangat pesat. Orang yang akan melakukan ekonomi syariah sudah dapat dengan mudah didukung oleh lembaga- lembaga perekonomian Islam seperti Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi Syariah, Leasing Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Baitul Mal wat Tamwil, Koperasi Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Syariah, lembaga keuangan publik Islam seperti Lembaga Pengelola Zakat dan Lembaga Pengelola Wakaf serta berbagai bentuk bisnis syariah lainnya.
Namun sayangnya, meskipun perkembangan lembaga perbankan dan keuangan syariah demikian cepat, namun dari sisi hukum atau peraturan perundangundangan yang mengaturnya masih jauh tertinggal, termasuk hukum-hukum yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa bisnis (hukum dagang) syariah. “Padahal secara yuridis, penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar hukum yang sangat kuat,” katanya. Dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan-tantangan yang besar.
Ada lima problem dan tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini, pertama, masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif. Kedua, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuangannya, ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai. Keempat, masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ini, sehingga SDI di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi syariah yang memadai. Kelima, peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam. Misalnya, seperti suntikan modal, pembiayaan proyek pembangunan, tabungan dan setoran haji, pendirian Asuransi dan Bank BUMN Syariah. Selain itu, ekonomi syariah, tidak hanya bisa bergantung pada lembaga keuangan syariah itu sendiri, tidak juga hanya bergantung pada peran pakar seperti IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam), tetapi semua stakeholder yang harus bekerja sama dengan pemerintah (Depkeu, BI, Departemen terkait), ulama, parlemen (DPR/DPRD), perguruan tinggi, pengusaha (hartawan muslim), ormas Islam dan masyarakat Islam pada umumnya. “Mereka harus mempercepat perkembangan ekonomi. Masalah sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang ekonomi syariah juga saat ini masih minim. Ini harus terus-menerus dilakukan sosialisasinya, karena tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang ekonomi syariah masih sangat rendah,” katanya
Kesimpulan
Konsepsi ekonomi Islam mengacu pada syariah yang menjadi aturan agama. Sebab setiap perbuatan manusia termasuk kebijakan ekonomi dan pembangunan, serta aktivitas ekonomi masyarakat harus terikat hukum syara. Perkembangan perbankan syariah pada dasarnya merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi Islam. Salah satu alternatif yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia dalam rangka memperbaiki keterpurukan ekonomi yang terjadi di Indonesia ini adalah dengan cara mengembangbiakkan Perbankan Syariah yang beroperasional secara syariah Islam secara lebih luas. Tentunya pengembangan Perbankan Syariah ini tidak dapat berhasil dengan baik apabila tidak ada dukungan dari semua pihak baik pemerintah, ulama, cendekiawan, pengusaha, pengelola Bank bahkan masyarakat sendiri serta adanya satu kesatuan pola pikir tentang Bank Syariah dari semua pihak tersebut di atas, sehingga dalam perjalanan/operasional Bank Syariah tidak lagi ditemukan adanya perbedaan pendapat yang kontroversial. Karena kontroversi yang merebak hanya akan membingungkan umat, yang berakibat kepada keraguan mereka untuk menyambut kehadiran “bayi ekonomi Islam” yang untuk masa sekarang ini muncul sebagai pionir dalam bentuk Perbankan Syariah. Kekurangan berhasilan Perbankan Syariah di Indonesia dikhawatirkan akan semakin menjauhkan umat dari kepercayaan atas kemungkinan diterapkannya konsep ekonomi Islam didalam kehidupan nyata. Perlunya ahli-ahli dibidang ekonomi islam dengan cara melakukan atau mengirim ahli ekonomi kita keluar negeri.