Hukum dan Pandangan Islam terhadap Nikah Siri, Bolehkah? – Istilah nikah siri ini mulanya berawal dari ucapan Umar bin Khattab ketika beliau mengetahui terdapat pernikahan yang tanpa dihadiri oleh saksi, melainkan hanya seorang laki-laki dan seorang perempuannya. Dalam suatu riwayat yang masyhur, pada saat itu, Umar berkata “ini nikah siri, aku sangat melarangnya, dan sekiranya aku tahu lebih dahulu, maka pasti akan aku rajam”.
Sejak saat itulah ulama-ulama besar seperti Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi’I mendefinisikan bahwa nikah siri yaitu sebagai pernikahan yang tanpa adanya saksi dan tak boleh dilakukan.
Dikatakan pula bahwa nikah siri dalam pandangan islam ini berkaitan dengan fungsi saksi, yaitu untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa telah terjadi pernikahan. Dengan jumlah saksi minimal satu atau dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Secara agama islam, nikah siri ini hukumnya sah, tetapi tidak sah menurut hukum yang berlaku diindonesia. Bahkan, ada sebagian orang yang mengaggap praktik nikah siri ini bisa dilakukan tanpa wali pihak istri, padahal aturannya bukan seperti itu. Jika hukumnya menikah tanpa wali, maka hukumnya tidak sah baik secara agama maupun secara hukum. Pernikahan juga mesti disaksikan oleh para wali dan saksi, terutama wali pihak mempelai perempuan.
Dalam masyarakat Indonesia, nikah siri ini lebih dikenal dengan definisi pernikahan yang sah menurut agama, akan tetapi tidak sah menurut undang-undang. Jadi maksudnya adalah, nikah siri dengan definisi tersebut hukumnya boleh, karena sah secara agama dengan adanya saksi dan diumumkan. Tetapi jika nikah siri yang dimaksud dari definisi yang berawal dari Umar bin Khattab, maka tidak diperbolehkan karena tidak terdapat saksi dan tidak diumumkan
Meskipun demikian, nikah siri adalah sesuatu yang seharusnya dihindari, karena nikah siri ini akan sangat berdampak buruk bagi kedua belah pasangan, khususnya perempuan.
- Nikah
Nikah menurut istilah adalah suatu perjanjian atau akad yang menghalalkan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang diucapkan melalui kata-kata nikah atau yang menunjukkan arti nikah. Allah swt, menjadikan manusia berpasang-pasangan, menghalalkan perkawinan dan mengharamkan zina. Nikah menurut syariat selain diartikan sebagai akad juga diartikan sebagai hubungan badan.
- Siri
Kata siri ini berasal dari Bahasa Arab yaitu sirri yang artinya adalah rahasia. Tetapi jika digabungkan dengan kata nikah maka dapat diartikan sebagai nikah diam-diam yang dirahasiakan atau tidak di tampakkan. Nikah siri menurut istilah memiliki beberapa pendapat dari para ulama yang berbeda-beda, yaitu:
a. pernikahan yang tanpa dicatat oleh Kantor Urusan Agama (KUA)
Nikah siri adalah, pernikahan yang dilakukan oleh sepasang kekasih yang tanpa adanya pemberitahuan (dicatatkan) di Kantor Urusan Agama (KUA), namun pernikahan ini sudah memenuhi unsur-unsur pernikahan dalam islam, yang meliputi dua mempelai, dua orang saksi, wali, ijab-qabul, dan juga mas kawinnya.
Nikah siri ini hukumnya sah menurut agama, tetapi tak sah menurut hukum positif (hukum negara) dengan mengabaikan sebagian atau beberapa aturan hukum positif yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan melalui undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 bahwa setiap perkawinan dicatatkan secara resmi pada Kantor Urusan Agama (KUA).
b. pernikahan tanpa wali atau saksi
Nikah siri adalah, pernikahan yang dilangsungkan oleh suami dan istri tanpa kehadiran wali dan saksi-saksinya, atau hanya dihadiri wali tanpa diketahui oleh saksi-saksinya. Kemudian pihak-pihak yang hadir tersebut menyepakati untuk menyembunyikan pernikahan tersebut.
Menurut pandangan seluruh ulama fikih, pernikahan yang dilaksanakan seperti ini adalah tidak sah, karena tidak memenuhi syarat pernikahan. Seperti keberadaan wali dan saksi-saksinya. Bahkan ini termasuk kedalam perzinaan atau ittikhazul akhdan (menjadikan laki-laki atau perempuan sebagai piaraan untuk pemuas nafsu).
c. pernikahan dalam sisi perspektif islam
Nikah siri adalah, pernikahan yang dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang terpenuhi, seperti ijab qabul, wali dan saksi-saksi. Namun keduanya (suami-sitri, wali dan saksi) bersepakat untuk merahasiakan pernikahan ini dari kalangan masyarakat.
Banyak para ulama yang berpendapat tentang masalah ini, karena para ulama ini memandang pernikahan seperti ini sah sah saja namun hukumnya adalah makruh. Hukumnya tetap sah dan resmi menurut agama, karena suda memenuhi rukun dan syarat pernikahan serta adanya dua saksi sehingga unsur kerahasiannya hilang. Sebab suatau perkara yang rahasia, jika dikatahui oleh dua orang atau lebih maka tidak lagi disebut sebagai rahasia.
Adapun dari sisi ke,makhruhannya adalah karena disebabkan dengan adanya perintah Rasulullah saw, untuk mengumumkan pernikahan kepada masyarakat luas demi menghilangkan suatu unsur yang tak diinginkan dan kemudian mengundang keragu-raguan serta tuduhan yang tidak benar pada keduanya.
Nikah Siri dalam Perspektif Hukum Positif
Berdasarkan sudut pandang yang berlaku di Indonesia bahwa nikah siri ini merupakan pernikahan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ada dua persyaratan pokok yang harus dikondisikan sebagai syarat khusus bagi kalangan umat islam di Indonesia yang menjadikan pernikahan kedua belah pihak menjadi sah menurut hukum positif, yaitu:
Pernikahan harus dilakukan menurut hukum islam
setiap pernikahan harus di catat
Permasalahan hukum mengenai sah atau tidaknya suatu pernikahan yang tidak dicatatkan akan selalu menjadi polemik yang berkepanjangan jika ketentuan undang-undangnya sendiri tidak mengaturnya secara tegas. Maksudnya adalah keawajiban pencatatan tersebut harus dinyatakan secara tegas yang disertai hukuman bagi yang melanggarnya.
Bagi hukum islam, kepentingan pencatatan itu sendiri sebenarnya mempunya dasar hukum islam yang kuat karena mengingat pernikahan adalah suatu ikatan prjanjian luhur dan merupakan perbuatan hukum tingkat tinggi. Artinya, islam memandang pernikahan ini lebih sekedar dari ikatan perjanjian biasa.
Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi terjadinya Nikah Siri
Nikah siri ini dilakukan pada umumnya adalah karena ada suatu yang dirahasiakan, atau mengandung suatu masalah. Oleh karena itu, maka masalah tersebut bisa berkibat menimpa pada seseorang yang bersangkutan, termasuk anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan dini.
Ada beberapa factor yang melatarbelakangi terjadinya nikah siri yaitu:
- faktor belum cukup umur
Nikah siri ini dilakukan karena mungkin adanya salah satu calon mempelai yang belum cukup umur. Kasus ini biasa terjadi karena dengan alasan ekonomi, yang mana orang tua merasa bahwa jika anak perempuannya sudah menikah, maka beban keluarga secara ekonomi menjadi berkurang, karena suda di tanggung oleh si suami tersebut.
- faktor ekonomi
Factor ekonomi diantaranya karena adanya biaya administrasi pencatatan nikah, karena sebagian masyarakat khususnya yang ekonomi menengah kebawah merasa tidak mampu membayar administrasi pencatatan yang kadang membengak dua kali lebih besar disbanding dengan biaya resmi.
- hamil diluar nikah, sebagai efek pergaulan bebas
Akibat dari pergaulan bebas antara laki-laki dengan perempuan yang tidak mengindahkan norma dan kaidah-kaidah agama adalah ternjadinya hamil diluar nikah. Disinilah orang tua menikahkan anak mereka secara siri dengan alasan menyelamatkan nama baik keluarga dan tanpa melibatkan petugas penctatan nikah.
- masih adanya masyarakat yang melakukan nikah siri ini karena tidak ada yang mau mengambil tindakan secara tegas
Pelaku nikah siri yang tidak bertanggung jawab dan mengabaikan kewajibannya yang diproses secara hukum, itu akan memberikan gambaran atau contoh bahwa nikah siri itu dapat berdampak buruk baik terhadap suami,istri, dan anak-anaknya.
Dampak dari Nikah Siri
Dampak Positif
- dapat menghindari dari zina
- apabila suami dan istri bekerja pada instansi yang melarang orang beristri dan bersuami, maka nikah siri ini adalah solusi alternatifnya.
Dampak Negatif
- secara hukum
a. tidak ada perlindungan hukum bagi wanita
b. tidak ada kepastian hukum terhadap status anaknya
c. tidak ada kekuatan hukum bagi istri dan anak-anaknya dalam harta waris - secara ekonomi
a. tingkat kesejahteraan kehidupan keluarga yang rendah
b. terjadinya kesewenangan dari pihak suami dalam memberi nafkah
c. dapat memperbanyak jumlah keluarga miskin - secara budaya
a. terciptanya budaya nikah siri dalam masyarakat dan menciptakan banyaknya suami yang bertanggung jawab
b. meningkatnya budaa mempermainkan istri/wanita
c. menigkatnya laki-laki yang menikah hanya karena untuk mengumbar nafsunya saja
Kesimpulannya adalah
1. Nikah siri ini hukumnya sah bila memenuhi syarat dan aturan yang berlaku dalam ketentuan ajaran agama islam.
2. Kalau secara hukum positifnya, nikah siri ini adalah tidak sah apabila tidak ada pencatatan secara hukum, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Undang-undang Perkawinan Undang-undang Nomer 1 Tahun 1974 yang kemudian diubah menjadi Undang-undnag Nomer 16 tahun 2019 tentang perkawinan.
Sumber Referensi:
Afkar, Tanwirul. Fiqh Rakyat. Yogyakarta: LKIS, 2000.
Bisri, Cik Hasan. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999.
Al-Sabbag, Mahmud. Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, alih Bahasa Baharuddin Fannani. Cet.3. Mesir: Dar al-I’tisam,2004.
As-Syafitiri, Ahmad bin’Umar bin ‘Awad. Al-Yaqut al-Nafis. Bairut: Dar al-Fikr, t.th.
Al-Tirmizi, Abu Isa Muhammad Ibn ‘isa. Al-jami’ al-Sahih Sunan al-tirmizi. Bairut: Dar al- Fikr, 1938.
https://kumparan.com/berita-hari-ini/hukum-nikah-siri-dalam-pandangan-islam-boleh-atau-tidak-1wOP6L0MFed/full
https://www.popmama.com/life/relationship/rendy-muthaqin/bagaimana-hukum-dan-pandangan-islam-terhadap-nikah-siri/3
Ditulis oleh: Ahmad Yadi Nurrahmat (Mahasiswa STEI SEBI)