Visi Mempunyai Anak Sholeh

3 min read

Visi Mempunyai Anak Sholeh

Visi Mempunyai Anak Sholeh – Memiliki pasangan yang mempunyai visi dan misi yang sama dalam menjalani bahtera pernikahan adalah dambaan setiap orang.

Seorang suami mendambakan seorang istri yang pandai dalam mengurus rumah tangga, dan seorang istri mendambakan seorang suami yang selalu dapat menuntunnya ke jalan yang benar. Sedangkan seorang ayah dan ibu mendambakan seorang anak yang Sholeh dan Sholehah yang akan selalu berbakti kepada kedua orang tuanya.

Visi Mempunyai Anak Sholeh

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahkan mencontohkan kepada para sahabatnya dan pada umatnya untuk jujur kepada Allah terkait cita-cita pernikahan yang kamu dambakan. Menikahlah dengan cita-cita yang mulai dan tinggi untuk meraih ridha Allah SWT. Maka insya Allah, Allah akan menjaga dan membaguskan rumah tanggamu di dunia maupun di akhirat.

Seperti kisah seorang Najmuddin Ayyub yang memiliki nama lengkap Ayyub bin Syadzi bin Marwan bin Ya’qub al-Amir Najmuddin Abu al-Syukr Ad-Duwini, beliau merupakan seorang penguasa Tikrit di Iraq. Namun Najmuddin Ayyub belum menikah untuk waktu yang lama. Sehingga pamannya, Asaduddin pun mulai khawatir atas status lajang yang dialami keponakannya tersebut.

Sang paman Asaduddin pun bertanya kepada Najmuddin Ayyub, “Saudaraku, mengapa kamu belum menikah?” Najmuddin pun menjawab, “Aku belum menemukan yang cocok!”, ujarnya.

Sang paman Asaduddin pun ingin mencoba membantu Najmuddin Ayyub dalam mencari pasangan, “Maukah aku lamarkan seseorang untukmu?” ujar pamannya. “Dia adalah Puteri Malik Syah, anak seorang Sultan Muhammad bin Malik Syah yang merupakan Raja Bani Saljuk. Atau juga pada putri Nidzamul Malik, seorang menteri dari para menter agung Abbasiyah”. tekan Asaduddin meyakinkan saudaranya tersebut.

Lalu Najmuddin menjawab, “Mereka juga tidak cocok denganku”. Asaduddin pun bingung akan idealisme Najmuddin tersebut, ia telah menawarkan perempuan terbaik menurutnya yang ada pada zaman tersebut, namun keponakannya masih belum tertarik sama sekali.
Asaduddin bertanya, “lantas siapa yang cocok bagimu?”, seketika Najmuddin pun menjawab dengan lantang. Ini jawabnya:

“Aku menginginkan istri yang shalihah yang bisa menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia didik dengan baik hingga jadi pemuda dan ksatria yang mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin.”

Jawaban itu cukup mengejutkan sang paman Asaduddin, namun responnya kurang positif. Asaduddin yang memang sudah mengetahui sifat teguh hati saudaranya tersebut menjawab sinis, “Dimana kau mau mendapatkan perempuan yang seperti itu?”. Najmuddin menjawab, “Barang siapa ikhlas niat karena Allah akan Allah karuniakan pertolongan.”

Pembicaraan tersebut pun berhenti sampai disana, berujung pada ketidak-pastian.

Selang beberapa hari, Najmuddin duduk bersama seorang Syaikh di masjid Tikrit dan berbincang-bincang disana. Datanglah seorang gadis memanggil Syaikh dari balik tirai dan Syaikh tersebut berbicara dengan si gadis itu.

Tanpa sengaja Najmuddin mendengar Syaikh berkata pada gadis itu, “Kenapa kau tolak utusan yang datang ke rumahmu untuk meminangmu?” Gadis itu menjawab, “Wahai, Syaikh. Ia adalah sebaik-baik pemuda yang punya ketampanan dan kedudukan, tetapi ia tidak cocok untukku.”
Syaikh itu pun bertanya, “Siapa yang kau inginkan?”, Perempuan tersebut dengan tegas mengungkapkan:

“Aku ingin seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum Muslimin”.

Bagai tersambar petir, Najmuddin tersentak mendengar kata-kata perempuan tersebut. Allahu Akbar! Itulah kalimat yang persis diucapkan Najmuddin pada pamannya beberapa waktu lalu. Sebuah insiden yang sangat mustahil terjadi jika tidak ada campur tangan Allah.

Sesuai dengan apa yang Allah janjikan “… Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya, dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At-Thalaq: 2-3)

Bagaimanapun juga kejadian tersebut adalah rezeki yang tidak disangka oleh Najmuddin. Sebagaimana ayat tersebut juga menjelaskan bahwa Najmuddin bukanlah orang biasa. Dapat diduga bahwa Najmuddin memanglah orang yang bertakwa sehingga Allah bisa memudahkan jalannya tersebut.

Sebagaimana pula perempuan yang ia temui bukanlah juga perempuan biasa, perempuan yang berani menolak lamaran dari pria kaya, tampan dan bernasab hebat (putra sultan) demi alasan yang terlihat mustahil. Pastilah perempuan bertakwa yang berjiwa besar.

Seketika itu Najmuddin berdiri dan memanggil sang Syaikh, “Aku ingin menikah dengan gadis ini, ini yang aku inginkan. istri shalihah yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia didik jadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum Muslimin.”
Perempuan tersebut menyetujuinya dan syaikh pun memediasi hubungan mereka hingga berlanjut ke jenjang pernikahan.

Lalu tak lama kemudian, lahirlah putra Najmuddin yang menjadi ksatria yang mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin. Anak ini lahir di benteng Tikrit, Irak pada tahun 532 H/1137 M. Namanya adalah Yusuf bin Najmuddin Al-ayyubi. Atau lebih dikenal dengan nama Salahuddin Al-ayyubi.

Pelajaran yang bisa kita petik dari kisah tersebut, bahwa menikah bukan hanya sebatas rupanya saja yang baik. Tapi dalam pernikahan kita harus mencari seorang pasangan yang memiliki visi dan misi atau tujuan dalam pernikahan yang sejalan dengan kita.

Pada masa sekarang, alangkah baiknya jika kita semua dapat mengambil teladan dari orang tua Shalahuddin Al Ayyubi tersebut. Dimana dalam pencarian pasangan yang paling penting adalah yang memiliki visi dan misi yang sama untuk mencari keridhaan Allah SWT.

Saat ini menikah muda menjadi fenomena yang lumrah di masyarakat. Banyaknya muda-mudi yang memilih untuk menikah muda karena alasan takut menjurus ke dalam kemaksiatan. Sehingga menikah muda menjadi solusinya.

Hal tersebut baik jika tujuannya untuk menghindari kemaksiatan, namun alangkah baiknya jika para muda-mudi yang ingin menikah muda untuk lebih memahami lagi tentang tujuannya menikah itu untuk apa. Karena pernikahan bukan hanya sekedar untuk menghindari kemaksiatan saja.

Tapi dalam pernikahan alangkah baiknya setiap pasangan harus memiliki visi dan misi. Sehingga pernikahannya memiliki tujuan yang pasti, bukan sekedar tumbuhnya rasa cinta yang membuatnya ingin hidup bersama.
Alhamdulilah bahwasannya kita dikenalkan dengan kisah Najmuddin Ayyub di masa ini. Kisah tersebut bisa menjadi motivasi kita bahwa dalam pernikahan sangatlah penting untuk memiliki visi dan misi yang jelas.

Seperti halnya Najmuddin dan sang istri yang memiliki visi dan misi dalam pernikahannya untuk bisa menciptakan generasi pembangkit Islam di masa yang akan datang. Dari kisah ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa alasan kita menikah adalah agar kita bisa memberikan manfaat besar dari pernikahan kita untuk kemaslahatan ummat di masa yang akan datang.

Semoga dengan penentuan visi misi yang tepat, serta penerapannya yang dilakukan dengan baik, kita bisa membentuk generasi Shalahuddin Al Ayyubi berikutnya di masa mendatang, Aamiin Ya Robbal ‘Alamin.

Ditulis Oleh : Habibah Qurrota A’iny

Mahasiswi STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink